Undangan Allah

Sebuah Undangan
Pesta merupakan peristiwa yang berarti dalam kehidupan bersama. Khas suasana pesta perjamuan adalah membahagiakan, menggembirakan. Dalam menghadiri undangan pesta perkawinan pada umumnya orang berapakaian atau berpenampilan sedemikian rupa, sehingga laki-laki nampak tampan dan menawan sedangkan perempuan nampak cantik dan mempesona. Ada semacam lomba penampilan diri dengan berbagai jenis asesori maupun aneka jenis wewangian/deodorant yang disemprotkan ke tubuh atau aneka jenis lipstick yang menghiasi bibir kaum perempuan. Pendek kata orang berusaha seoptimal mungkin menghadirkan atau menampilkan diri agar menawan dan mempesona bagi yang lain, paling tidak secara phisik.

Karena pesta perjamuan itu adalah sebuah undangan, maka yang namanya undangan itu orang memiliki kebebasan memilih: mengiyakan dan menolak.
Bagi yang mengiyakan meski menanggapinya dengan baik, salah satunya dengan pakaian pantas pesta. Pakaian pesta sebetulnya bukan sekedar soal sopan dan santun. Melainkan sebuah tanda yang bisa dilihat mata bahwa yang mengenakan pakaian pesta itu datang ke pesta tanpa tujuan lain selain hanya untuk menghadiri pesta. Dengan mengenakan pakaian pesta, maka orang lain yang ikut hadir dapat mengenali yang bersangkutan.

Bagi yang menolak, itu artinya ia akan kehilangan dua hal: 1) rusaknya relasi dengan pihak yang mengundang, 2) kehilangan kesempatan untuk menghadiri pesta yang istimewa.

Melalui gambaran pesta perjamuan nikah yang tentu saja diwarnai dengan suasana penuh suka cita dengan jamuan makan yang serba wah, maksudnya tak lain ialah ketika orang bersatu dengan Tuhan, ia akan merasakan kebahagiaan dan kenikmatan rohani yang tak terbilang.

Iya atau Tidak
Undangan Allah bagi kita saat ini menuntut suatu jawaban yang amat tegas. MENGIYAKAN atau MENOLAK. Allah mengundang umatnya itu tentu agar umatnya memperoleh keselamatan. Maka jawaban satu-satunya adalah mengiyakan undangan itu.

Kesaksian Paulus kiranya dapat menjadi permenungan sekaligus pegangan hidup kita. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. Bagi Paulus, ketika seseorang mengiyakan undangan allah, maka segala perkara dalam hidup dapat ditanggung dalam Dia yang mengundang.
Ada tiga perkara besar yang dimaksudkan Paulus yang harus kita hadapi dan geluti selama hidup di dunia ini, yaitu “ kekayaan, umur panjang dan nyawa musuh”:

  • Kekayaan berarti segala sesuatu yang ada padaku, kumiliki dan kukuasai, misalnya: tubuh yang seksi, tampan, gagah, wajah cantik, kesehatan, sakit, derita, bahagia, keterampilan, kecerdasan, aneka jenis harta benda dan uang, dst.. Menghayati budaya kehidupan berarti merawat, merasakan, menikmati dan memfungsikan kekayaan-kekayaan tersebut dalam Tuhan yang memberi kekuatan kepadaku, sehingga aku semakin cerdas beriman, suci, semakin dikasihi oleh dan mengasihi Tuhan maupun sesama dan saudara-saudari kita

  • Umur panjang juga merupakan perkara (perhatikan dan refleksikan bahwa tambah usia/umur berarti tambah dosanya, yang berarti tidak dapat mengurus pertambahan umur dengan baik), yang memang harus kita tanggung dalam Tuhan. Jika kita sungguh menanggung pertambahan umur dalam Tuhan, maka tambah usia, semakin tua berarti semakin suci, sebagaimana dikatakan dalam pepatah “Tua-tua keladi makin tua makin berisi”.
  • Musuh juga merupakan perkara. Musuh berarti apa-apa atau siapa saja yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau keinginan pribadi, entah itu makanan atau minuman, manusia, pekerjaan, suasana, lingkungan hidup, pekerjaan dst.. Marilah kita hadapai ‘nyawa musuh’ dalam kasih dan pengampunan, sebagaimana diajarkan oleh Yesus :” Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”(Mat 5:44).

    Jika kita mampu menanggung segala perkara dalam Tuhan, kiranya kita juga dapat berseru: "Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!”(Yes 25:9)
    Akhirnya:
    Pada suatau malam, seorang peziarah bermimpi masuk suatu toko baru. Betapa terkejutnya dia, karena Tuhan berjualan di situ. Ia bertanya, Tuhan, Engkau menjual apa di sini?
    Tuhan menjawab, Apa saja yang menjadi keinginan hatimu.
    Yakin bahwa yang dicarinya selama ini akan dapat ia temukan di toko Tuhan ini, maka peziarah itu berkata, Kalau demikian aku ingin membeli kedamaian hati dan ketentraman jiwa, kejujuran dan ketulusan, kebijaksanaan dan kesejahteraan, tidak hanya untuk saya, tetapi untuk seluruh bangsa bahkan seluruh dunia.
    Waktu itu Tuhan tersenyum dan menjawab, Ku kira engkau tidak mengerti dengan baik. Di sini tidak dijual buah. Yang ditawarkan adalah benih.

No comments:

Post a Comment