Tuhan Pakai Keluarga kita

Sepasang suami istri telah mengarungi bahtera rumah tangga selama dua puluh tahun, selama itu pula mereka belum memiliki seorang anak pun. Ada sekian banyak usaha untuk dapat memiliki anak. Salah satu usaha yang senantiasa dibuat adalah berdoa kepada Ibunda Maria agar mereka dikarunia seorang anak.

Suatu ketika saya berjumpa di salah satu rumah sakit. Mereka tampak begitu gembira setelah dokter spesialis kandungan menyatakan bahwa sang ibu, positif mengandung dan akan melahirkan putera. Hidup keluarga mereka dari hari ke hari tampak semakin bahagia. Penantian akan kelahiran sang putra menjadi semacam roh yang sangat dahsyat, yang memberikan daya bagi mereka.

Tiba saat melahirkan, di sebuah rumah sakit pilihan yang sejak mula dipilih menjadi tempat untuk bersalin. Persalinan berlangsung amat lancar. Akan tetapi, wajah sedih seketika menyembul dari wajah sang dokter yang membantu persalinan karena melihat si bayi hanya memiliki satu kaki dan itupun hanya kecil tidak sebanding dengan tubuhnya. Ayah si bayi itu pun seketika juga tampak terpukul dan pedih. Dokter dan si ayah bayi itu tampak begitu bingung, bagaimana harus menyampaikan keadaan itu kepada sang ibu bayi itu.
Bersyukur bahwa aku dikasihi
Bayi itu pun dibawa dan diletakkan di samping sang ibu, setelah dibalut dengan selembar kain agar tidak kedinginan. Sang ibu melihat dan mengagumi wajah bayi mungil itu. Ia menciumnya dengan penuh kasih sayang dan mesra. Ia menoleh kepada suaminya dan berkata dengan lebut, "Dia sangat sempurna bukan?"

Sang ayah dari bayi itu mendadak merasa tercekak di kerongkongannya. Sang ibu menangkap dan mengerti isyarat dari suaminya. Dengan perlahan-lahan ia membuka slimut sang bayi dan melihat kakinya yang cacat itu. Sementara sang ibu membuka selimut, seketika itu juga ruangan menjadi hening. Semua terdiam dengan seribu pertanyaan di hati masing-masing.
Suara sang ibu memecah keheningan itu. Ia menoleh kepada suami dan berkata, "Pa..Tuhan mengethaui kepada siapa bayi ini dititipkan. Tuhan mengetahui betapa kita membutuhkannya dan betapa ia membutuhkan kita. Kita pasrahkan keluarga kita kepada Tuhan, juga masa depan anak kita".

Saudari dan saudaraku,  bila kita membaca dan mendengar sabda Tuhan  dari Injil Lukas 2:22-40, kita akan begitu kagum bagaimana Maria dan Yosef mengantar Yesus ke kenisah Yerusalem untuk dipersembahkan kepada Allah. Mereka telah mendengar ramalan Simeon bahwa anak itu akan menjadi pokok keselamatan. Dan hati ibunya sendiri akan ditembusi dengan pedang.  Ia akan membawa penderitaan sekaligus kemuliaan. Rasanya mereka pun tidak amat mengerti. Maria lebih sering hanya menyimpan peristiwa-peristiwa itu dengan baik dalam hatinya.

Dan Kita pun kadang di hadapkan pada banyak peristiwa hidup yang kadang sulit untuk kita pahami. Namun Berbahagialah hari ini kamu sebagai Bapa atau ibu bahwa Allah tahu kepada kalianlah anak-anak itu dipercayakan. Dan Berbahagialah kamu sebagai anak bahwa Allah tahu kepada Orang tuamulah kamu dipercayakan.

Kembangkanlah Hidupmu

1Tes 2:9-12
Mat 25:14-30

Bagi kita orang beriman Kristiani, hidup merupakan suatu anugerah, pemberian dari Allah. Dengan demikian hidup itu menjadi berharga. Konsekuensinya bahwa hidup juga merupakan suatu tantangan. Mengapa? Karena sebagai suatu yang sangat berharga kita harus menjaga, memeliahara dan mengembangkannya.
Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk sejenak melihat bagaimana kita memberi perhatian terhadap hidup kita. Konteks pembicaraan masih sekitar akhir zaman dan yang mau terus di soroti adalah soal hidup.
Secara khusus Yesus menyampaikannya dengan perumpamaan yang sangat menarik. Hidup itu seperti halnya harta yang berharga. Yesus melukiskan Kerajaan surga seperti seorang yang mau berpergian ke luar negeri. Orang itu harus memempercayakan harta miliknya kepada hambanya.
Persis dalam hal pembagian harta inilah, Yesus mau menunjukkan bagaimana seorang hamba itu menjaga, memelihara dan mengembangkan talentanya. Yesus sangat menghargai mereka yang berusaha menjaga dan memelihara, terlebih mereka yang mengembangkan talentanya. Memang ini adalah perkara kecil. namun dengan setia kepada perkara kecil inilah orang akan setia kepada perkara yang besar. Bahkan Yesus hendak memberikan tanggungjawab dalam perkara yang lebih besar. Dan sebagai 'hadiahnya', Ia memperkenankan mereka untuk masuk (berarti menikmati) dalam kebahagiaan tuannya (yang tak lain adalah Allah sendiri).
Bagi kita, usaha untuk menjaga, memelihara dan mengembangkan hidup itu pertama-tama bukan hanya untuk berarti bagi kita semata, melainkan juga bagi sesama. Inilah juga yang hendak diwartakan Paulus sebagai wujud cinta dan kasih kita bagi sesama kita.

Berjaga-jagalah

Mat 24:42-51

Sabda Tuhan hari ini berbicara soal akhir zaman. Akhir zaman merupakan suatu saat penggenapan Tuhan.
Banyak orang mendefinisikan akhir zaman sebagai hari kiamat. Kiamat merupakan saat di mana dunia ini hancur dan bahkan musna. Dengan definisi itu mau orang menjadi cemas bila akhir zaman itu tiba. Apa yang dicemaskan mereka? Tak lain adalah soal HIDUP.
Berbicara soal akhir zaman, tak dapat tidak juga menyangkut soal hidup itu sendiri.
Dalam sabdaNya, Yesus mengajak kita agar berjaga-jaga, seperti yang terlukiskan secara indah dalam perumpamaan tentang hamba dan tuannya. Perumpamaan akan relasi hamba dan tuannya mau menunjuk bagaimana sebaiknya kita bersikap terhadap Allah Sang tuan semua manusia. Sikap berjaga-jaga mengandung suatu disposisi aktif, intensif dan terlibat. Seorang hamba yang berjaga-jaga berarti, mereka yang secara aktif dan intensif terlibat dengan tuannya. Merekklah yang mencintai tuannya. Terhadap akhir zaman berarti mereka yang aktif dan intensif terlibat dengan Allah sang empunya hidup.
Dalam ayat 45-51, Yesus memperjelas dengan perumpaan akan dua hamba, yang setia dan yang tidak setia. hal ini mau menunjuk bagaimana sikap kita terhadap Allah sang empunya hidup itu. Berjaga-jaga berarti setia terhadap Allah dan bersatu denganNya.
Kesetiaan itu dituntut dalam hidup kita sehari-hari. Dalam tugas kita sehari-hari itulah kita menjalankan panggilan kita untuk setia kepada Allah.

Seperti Pengelola Tanaman Hias

1Tes 1:2b-5.8b-10
Mat 23:13-23

Akhir-akhir ini, ada sebuah fenomena yang kiranya bernuansa estetik. Tidak sedikit di sekitas kita orang mulai tumbuh kecintaan, bahkan ’kegilaan’ akan tanaman hias.
Yang menarik dari obrolan mereka adalah, bagaimana mereka bisa memiliki tanaman hias yang pada waktunya menjadi ’booming’. Orang akan merasa bangga dengan ’adenium’ yang berbonggol unik. Orang akan merasa bangga bila memiliki salah satu jenis antorium yang bukan hanya unik dan langka. Dan masih banyak tema-tema menarik dalam obrolan mereka.
Satu hal yang menjadi semacam akar mengapa mereka begitu ’gila’akan tanaman hias adalah soal bagaimana memberikan perawatan dan sentuhan akan tanaman hias itu, sehingga menjadi menarik dan indah.
Seorang pengelola tanaman hias tentu akan berusaha untuk menguasai cara bagaimana mengelola tanaman hiasnya, sehingga ia bisa menyediakan tanaman-tanaman hias yang bermutu dan mampu mengantar para pencinta tanaman hias dapat menikmatinya. Ia juga harus memiliki rasa cinta terhadap tanaman-tanaman hias yang dirawatnya. Tanpa adanya kecintaan, ia akan cepat merasa bosan dan lebih dari itu tak dapat dipungkiri ia akan menjadi bangkrut karena tidak mampu menciptakan suatu keindahan atas tanaman hias yang dikelolanya.
Lain halnya dengan mereka yang hanya sebagai penikmat tanaman hias. Mereka akan cepat merasa bosan dengan tanamannya karena ia sendiri sebenarnya tidak memiliki kecintaan akan tanaman hias yang dimilikinya atai yang dikagumuinya.
Hidup seorang Kristen kiranya laksana pengelola tanaman hias, yang berusaha untuk mengantar orang lain dapat mengalami cinta allah. Hal itu mungkin terjadi bila ia telah mengalami cinta Allah itu sendiri. Inilah yang dialami oleh umat di Tesalonika sehingga mereka dipuji oleh Paulus. Mereka hidup dengan berlandaskan pada pengalaman cinta akan Allah melalui iman, harapan dan kasih kepada Yesus. Mereka mengalami Yesus dalam hidup mereka, sehingga sampai kepada suatu pertobatan.

Kita sebagai pengikut Kristus diutus untuk bisa menjadi seperti pengelola tanaman hias dan bukan hanya menjadi penikmat tanaman hias.

Ruang Keselamatan

Yes 66:18-21
Ibr 12:5-7.11.13
Luk 13:22-30

Dalam Sabda Yesus hari ini, mengangkat istilah pintu untuk menggambarkan perihal memasuki Kerajaan Allah. Perihal pintu yang sempit ini (Luk 13:24), mengingatkan kita akan bagian khotbah di bukit (Mat 7:13-14). Deskripsi tentang orang yang terlambat datang ke perjamuan dan mendapati pintu sudah ditutup (Luk 13:25), mempunyai kemiripan dengan nasib lima gadis bodoh yang terlambat menyambut mempelai dalam perumpamaan sepuluh gadis (Mat 25:10-12).
Penginjil Lukas hendak menekankan bagaimana sang empunya pesta tidak mengizinkan masuk orang yang datang terlambat. Orang yang alpa dan datang terlambat akan mendapati pintu sudah ditutup. Tuan rumah tidak akan mengizinkannya masuk. Hal itu hendak menunjuk bagaimana Yesus yang mengatakan tak kenal pada orang yang datang terlambat.

"Pintu yang sempit" dalam ayat 24 kerap dihubungkan dengan gambaran banyak orang yang berdesak-desakan mau memasuki suatu ruangan. Gambaran pintu yang sempit itu dimaksudkan agar orang makin menyadari keadaan diri sendiri bila ingin benar-benar masuk daram ruangan atau menjadi warga Kerajaan Allah.
"Berjuanglah untuk masuk melalui pintu yang sempit itu!" Yesus menghendaki agar kita berjuang, tekun belajar menerima betapa diri kita kecil di hadapan Allah. Dan bila orang berhasil menjadi kecil, pintu sesempit apapun akan dapat dilalui. Yesus sendiri memberi telah mengosongkan diri dalam perjalanan ke Yerusalem, bahkan sampai menjadi hina, yang ditolak dan disalibkan. Dengan demikianlah Ia memperoleh Kerajaan Allah bagi umat manusia.

Pintu yang sempit berbeda dengan pintu yang tertutup. Pintu yang sudah ditutup (ay. 25) ingin menunjukkan kepada kita sebagai pengajaran agar kita tetap berjaga-jaga. Dengan demikian kita tidak mudah merasa aman. Keberagamaan kita sering membuat kita merasa diri terjamin, sehingga tak menutup kemungkinan membuat kita menganggap sepele.

Sabda Yesus hari ini mengajarkan bagaimana mencapai dan masuk ruang keselamatan. Kita dituntut agar konsisten dengan pilihan hidup kita yang ingin setia mengikuti Yesus. yesus menuntut kita agar menjadi sehati dengan Hati Kudus Yesus.

Jangan Munafik

Rut 2:1-3.8-11.4:13-17
Mat 23:1-12

Ketika seseorang bersikap lain dari pada jati dirinya, dengan mudah ia dinilai orang yang munafik. Juga ketika seseorang menyembunyikan "perasaan batin sesungguhnya" karena alasan kuat tertentu.
Itukah yang hendah dimaksudkan oleh penginjil Matius pada hari ini?
Yesus menegur orang-orang Farisi dan Ahli Taurat yang mengajar banyak hal mengenai cara hidup, aturan dan hukum yang berasal dari Musa, namun mereka ternyata tidak menjalankannya. Di balik teguran itu, Yesus 'mengharapkan', kalau kiranya tidak tepat bila dikatakan 'menuntut', agar kita senantiasa seimbang dalam hal perkataan dan perbuatan. Seimbang antara komitmen dan aktualisasinya.
Orang Jawa sering mengingatnya dengan suatu pernyataan yang sedikit 'filosofis' mungkin, kere munggah bale. Dalam bahasa indonesia mungkin mau mengatakan bahwa, bila seseorang menjadi kaya atau memiliki lebih dari apa yang sebelumnya, ia akan lupa dengan yang lainnya. Ia merasa lebih dari yang lainnya. Akhirnya orang itu jatuh kepada kesombongan yag luar biasa.
Nah, kita bisa melihat diri, apakah seimbang dalam hidup kita : antara perkataan dan prilaku kita, antara komitmen dan praktek hidup kita?
Allah berkenan kepada mereka yang hatinya terbuka bagi Allah dan sesamanya. Ia tidak berkenan kepada mereka yang munafik.

Percaya pada Kehendak Allah

Ul 34:1-12
Mat 18:15-20

Kisah perjalanan Musa dalam usaha membawa umat Israel keluar dari Mesir sangat inspiratif. Perjuangan Musa berujung dengan pada 'kesia-siaan', atau istilah yang sedikit keliru bahwa happy endingnya sedih. Mengapa tidak. Musa telah bersusah payah untuk membawa umat Israel keluar dari tanah Mesir menuju Kanaan. Tetapi Ia sendiri tidak sampai ke tanah yang hendak dituju. Ia harus tutup usia di Moab di pegunungan Nebo.
Bila kita cermati, Musa tidak yakin akan perjalanannya. Terlebih ketika ia harus mendengarkan keluhan umat Israel bahwa perjalanan mereka itu hanyalah sia-sia. Tuhan seolah tidak di pihak mereka dst.
Umat Israel terlalu banyak mengeluh. Satu hal yang senantiasa dikehendaki Allah, tetapi tidak terungkap dan terwujud dalam diri umat israel adalah percaya. Mereka banyak mengeluh karena mereka kurang bahkan tidak percaya kehendak Allah melalui Musa. Akhirnya setelah tutup usia Musa, umat israel baru menyadari betapa dahsyatnya karya Allah melalui Musa.
Ketaatan dan iman umat israel senantiasa diuji. hal itu juga tampak dalam perjalanannya selanjutnya bersama Yosua dan penerusnya.
Demikian pun kita yang adalah pengikut Kristus, apa jadinya bila kita kurang percaya kepada kehendak Allah. Tentu kita akan merasakan hambar dalam hidup ini, khususnya dalam relasi kita dengan Allah. Perjuangan hidup kitapun akan terasa berat.

Menjadi seperti Anak Kecil

Ul 31:1-8
Mat 18:1-5.10.12-14

Mengapa Yesus menunjuk seorang anak kecil dan mendesak para murid untuk menjadi seperti anak kecil?
Anak kecil merupakan simbol ketidakberdayaan, kepasrahan dan ketergantungan pada orang yang dewasa. Yesus mau menunjukkan anak kecil sebagai lambang dari mereka yang tidak punya hak secara hukum, atau mereka yang tidak punya tuntutan terhadap kerajaan. Yesus hendak menyingkirkan kesalahpahaman orang Yahudi tentang kedudukan dan posisi mereka dalam Kerajaan Allah.
Tak dapat dipungkiri bahwa kita bertumbuh sebagai manusia: mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga lanjut usia. Namun, kalau kita mau jujur, kita sering lupa atau bahkan melupakan soal pertumbuhan itu, bahwa kita menjadi besar karena bertumbuh dari kecil.
Ketika kita mencermati hidup kita sekarang ini (setelah besar), tidakkah kita telah kehilangan tidak sedikit sikap atau prilaku kala waktu kecil? masihkan kita mempunyai kepolosan, keterbukaan dan kepasrahan seperti yang pernah kita punyai di kala kecil?
Sikap-sikap itulah yang senantiasa berkenan kepada Yesus, sehingga kita boleh masuk KerajaanNya.
Kita diajak untuk meneladan St. Maximilianus Maria Kolbe, yang dengan segala kepasrahannya, ia menggantungkan hidupnya hanya kepada Allah.

Berjerihpayah

Ul 10:12-22
Mat 17:22-27

Hal membayar pajak ditunjuk oleh Yesus sebagai kewajiban setiap warga. Namun kiranya menarik untuk diperhatikan bagaimana mengusahakan uang. Petrus disuruh oleh Yesus untuk memancing di danau. Dalam mulut ikan yang pertama yang diperoleh akan didapatkan mata uang dirham utnk membayar pajak. Luar biasa, alangkah mudahnya hidup bersama Yesus. Sepertinya tak perlu bekerja keras untuk mendapatkan rezeki. Tentu ini adalah mukjizat? Ingat, di padang gurun tatkala digodai iblis untuk memakai kekuasaannya, untuk kepentingan pribadiNya, Yesus menolak (Mat 4:1-11).
Kecenderungan manusia memahami kuasa Yesus seolah-olah Dia tukang sulap. Tak sedikit orang yang menghendaki agar Tuhan mengerjakan segala sesuatu baginya, tanpa ia harus berusaha dan berlelah-lelah. Tak sedikit orang yang menghendaki cara yang gampang.
Melalui Petrus, Yesus mengingatkan kita untuk berusaha mendapatkan rejeki dengan berjerihpayah menjalankan profesi dan pekerjaan kita. Petrus sebagai nelayan harus berusaha menangkap ikan supaya ia memperoleh uang untuk melunasi kewajiban-kewajibannya bersama Yesus dan murid-murid lain.

Model Hidup sebagai Hamba

Ibr 11:1-2,8-19
Luk 12:32-38

Dalam perjalananNya bersama para murid, Yesus selalu mengajarkan bagaimana hidup sebagai murid Kristus. Salah satu kekhasan yang senantiasa harus dimiliki oleh murid Kristus adalah sikap melayani. Hal ini pun telah di ungkapkan oleh Yesus secara simbolis dalam peristima perjamuan malam terakhir. Yesus yang adalah mesias bersedia untuk membasuh kaki para murid. Semangat itulah yang mau di tanamkan oleh Yesus kepada para muridNya.
Dalam rangka ini, Yesus memilih dan mengambil model hidup seorang hamba untuk menjelaskan bagaimana para muridNya harus hidup di tengah dunia. Seorang hamba yang dimaksudkan oleh Yesus adalah seorang hamba yang selalu setia melaksanakan tugas dan melayani majikannya. Sikap seperti yang ditampakkan oleh seorang hamba yang demikianlah yang juga menjadi model cara hidup sebagai seorang beriman. Siap menerima dan berjaga serta melayani setiap saat untk Tuhan merupakan ungkapan iman yang selayaknya kita miliki sebagai orang beriman.
Dengan demikian perwujudan iman akan mengalir dengan sendirinya dalam realita hidup kita. Kebaikan dan cinta kepada merupakan sikap yang harus aktual dalam setiap kesempatan. Kiranya tidak ada kesempatan untuk berhenti mewujudkan kebaikan dan cinta kepada setiap hal yang kita kerjakan dan kepada setiap orang yang kita jumpai.

Dicari : Orang yang Percaya

Ul 6:4-13
Mat 17:14-20

Dalam dunia yang begitu sekular ini, amat dibutuhkan orang-orang jujur demi sekian banyak hal yang harus dilakukan. Namun faktanya bahwa amat sulit ditemukan orang yang dapat dipercaya.
Kiranya hal ini juga berlaku dalam kaitannya dengan Tuhan. Kita bisa mencermati situasi dewasa ini dengan adanya gejala soal kurang percayanya terhadap Tuhan. Hal ini disebabkan karena oleh teknologi yang justru mengisolasi manusia dari Allah. Orang lebih dikuasai oleh dunia dengan segala glamoritasnya.
Sabda Tuhan hari ini menunjukkan kepada kita betapa dibutuhkannya orang yang percaya. Seorang Bapak membawa anaknya yang sakit sangat menderita datang kepada Yesus dengan mohon belas kasihan. Di hadapan Yesus anak itu sembuh. Ini terjadi karena bapak yang percya kepada Yesus.
Para murid ditegor oleh Yesus karena mereka kurang percaya. Tapi bukankah mereka amat dekat dengan Yesus? Bukankah mereka sangat setia kepada Yesus? Ya. Tapi itu tidak jaminan. Imanlah yang menjadi jaminannya. Apalah artinya seseorang yang dekat, entah sebagai saudara atau sahabat, namun ia tidak dapat saling dipercaya. Apalah artinya seseorang yang mengagungkan soal kesetiaannya, bila ia tidak percaya.
Yesus menghendaki agar kita percaya kepadanya, sehingga kita bisa berbuat banyak demi sekian banyak orang. Kesetiaan kita kepada Yesus akan menjadi berharga bila kita sungguh percaya dang mengandalkan Dia.

Mati demi Allah

2Kor 9:6-10
Yoh 12:24-26

"Jikalau biji gandum yang jatuh ke tanah dan mati akan menghasilkan buah yang melimpah".
Itulah pernyataan Yesus bila durumuskan secara positif. Pernyataan ini ditempatkan dalam konteks pewartaan akan kematianNya.
Kita sebagai pengikut Yesus tentu berkomitmen untuk setia kepada Yesus. Bila kita masuk dalam apa yang digambarkan oleh Yesus, kita ada dalam posisi sebagi bji gandum itu. Kita sebagai biji telah jatuh dalam tanah. Tanah yang di maksud adalah tempat di mana kita hidup, yakni di tengah keluarga, masyarakat maupun komunitas kita. Secara khusus kita jatuh di tanah tempat Yesus menyemai.
Kita yang kini masih setia kepada Yesus berarti kita yang sudah bertunas dan mulai bertumbuh. Bila kita telah bertunas berarti kita telah mati dan hidup bersatu dengan hidup Yesus. Namun demikian kita tetap hidup bersama dengan tunas-tunas yang lainnya dan dalam lingkup yang lain. Yaitu mereka yang juga setia kepada Yesus.
Dalam perkembangannya, kita butuh air yang tak lain adalah sabda Allah yang senantiasa harus kita renungkan setiap hari. Kita juga butuh perawatan, yang tak lain oleh orang-orang yang berasda di sekitar kita. Dalam perkembangan, ada bagian dari diri kita yang harus di potong dan dibuang, yaitu apa yang tidak berkenan di mata Alllah: soal sifat egois, kesombongan dan sejenisnya yang membuat hidup kita tidak bertumbuh secara normal dan menjadi indah.
Bila kita ingin hidup dan berkembang serta menghasilkan bunga yang indah dan buah yang berlimpah, maka kita harus sungguh berarti mati bagi diri hita dan hidup bagi Allah.

Siapakah Yesus?

Bil 20:1-13

Mat 16:13-23

Kehadiran Yesus tak dapat disangkal membuat orang bertanya-tanya, siapakah gerangan orang ini yang mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan besar? Itulah salah satu pertanyaan yang juga mengundang perhatian Yesus untuk bertanya kepada para muridNya yang berusaha untuk setia mengikutiNya.

“Menurutmu, siapakah aku ini?” Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah mesias, Anak Allah yang hidup”. Jawaban spontan dari Simon Petrus menunjukkan betapa dalam pengenalannya akan Yesus. Karena itu Yesus memberikan suatu penghargaan dengan memilih Simon Petrus menjadi pemimpin GerejaNya dan menyerahkan kunci Kerajaan Surga kepadanya.

Akan tetapi bila kita cermati, tidak lama berselang Petrus ditegur oleh Yesus. Mengapa? karena ia cenderung berpikir dengan cara manusiawi, daripada dengan cara Allah.

Itulah dinamika iman Petrus, yang sejkaligus menjadi cerminan dari dinamika iman kita. Ada saat, kita Sangat antusias dalam iman bila kita mengikuti cara Allah. Ada saat, kita Amat loyo dalam iman bila kita hanya mengandalkan kemanusiaan kita.

Oleh karena itu, Yesus menuntut kita agar mengenalnya secara lebih intim agar kta juga mampu menjadi tanda kehadiranNya.

Hal Mengikuti Yesus

Bil 13:1-2.25; 14:1.26-29
Mat 15:21-28

Apa jadinya bila dalam suatu perjalanan yang sangat melelahkan, ada salah seorang yang berteriak-teriak. Tak jarang orang yang berteriak-teriak itu akan diusir. Kalau kita mencermati fenomena di sekitar kita, tidak sedikit orang dyang begitu sibuk dengan pekerjaannya, bisnisnya, tugasnya dst. Dalam kesibukan seperti itu pula tak dapat dipungkiri bahwa pikiran manusia menjadi penuh dan biasanya tidak mau diganggu, apalagi dengan hal-hal yang tidak ada hubungannya dengan kesibukannya. Bahkan orang yang datang dan minta pertolongan dianggap mengganggu.
Situasi yang demikianlah yang seringkali menutup hati orang terhadap kehadiran Allah baik melalui sabdaNya maupun melalui orang-orang yang berada di sekitar kita. Hal itu juga membuat seseorang tidak melihat orang lain di sekitarnya yang kadang memang memerlukan perhatiannya atau perlu ditolong.
Hari ini Tuhan Yesus mengajak kita yang berkomitmen untuk mengikuti Yesus agar senantiasa meluangkan waktu Tuhan dan untuk mereka yang berada di sekitar kita. Kita bisa mendengarkan mereka, memperhatikan mereka bahkan bila mungkin membantu atau menolong mereka yang mengalami kesulitan. Hal ini hanya mungkin bila hati kita terbuka bagi sabda Yesus yang kita ikuti dan akhirnya mengalir pada keterbukaan hati kita kepada mereka.
Semoga berkat Tuhan selalu menyertai usaha dan perjuangan kita.

Yesus Menampakkan KemuliaanNya

Dan 7:9-10, 13-14
Luk 9:28b-36

Yesus menghadapkan suatu kenyataan baru dalam dunia orang Yahudi bahwa mesias harus menderita dan mati. Para murid Yesus sebagai yang berasal dari kalangan Yahudi rupanya tidak menangkap kenyataan itu.
Keraguan dan kedegilan hati para murid itu terjawab oleh Yesus melalui peristiwa kemuliaanNya. Wajah Yesus berubah tatkala Ia mendapat penerangan ilahi tentang kematianNya untuk melaksanakan kehendak Allah sebagaimana diwartakan oleh Taurat (Musa) dan kitab para nabi (Elia).
Kepergian Yesus ke Yerusalem adalah untuk membebaskan umat manusia. Yesus tampil sebagai Musa baru yang membebaskan umat manusia dari dosa, karena mereka menyembah berhala dan melaksanakan ibadat yang salah. Ia tampil sebagai Eliabaru yang memimpin umat manusia kembali kepada Allah.
Diskripsi tentang awan yang berkilau merupakan simbol kebangkitan yang membahagiakan manusia. Dengan itu manusia diajak untuk masuk ke dalamnya. Kita dapat mengerti bagaimana reaksi Petrus : "Guru, betapa bahagianya kami berada di tempat ini". Itulah reaksi spontan manusia yang selalu ingin bahagia.
Bila kita mencermati lebih dalam, amat disayangkan bahwa kita sering lupa bahwa kebahagiaan itu harus diperoleh lewat perjuangan, bahkan penderitaan atau salib. Tak jarang bahwa kita seakan mau merayakan Paska tanpa mau melalui salib.

Semoga hati kita semakin luluh oleh karena kesetiaan Allah melalui PutraNya.

BERMURAH-HATILAH

Luk 12:13-21

Malam itu aku dan kedua adikku menanti-nanti datangnya Bapak pulang dari kendurian. Biasanya bapak pulang dengan membawa berkat kenduri. Setibanya di rumah, kami menyongsongnya dengan penuh semangat dan gembira. Isi berkat kenduri yang kami minati adalah daging ayam dan telor rebus. Berkat kenduri itu biasanya harus dibagi bertiga. Namun kami pun sering kali tidak segera membaginya. Yang terjadi biasanya kami saling tunjuk.

Menarik sekali bila aku mengingat kisah itu. Aku ingat betul mengapa aku dan kedua adikku saling tunjuk dalam membagi makanan. Alasannya singkat sekali bahwa kami tidak mau repot untuk memikirkan soal bagaimana harus membagi secara adil.

Di balik alasan itu, sebenarnya ada alasan yang lebih mendasar seperti sifat sebagian besar orang, namun seringkali tidak mau ditunjukkan. Alasan itu bahwa masing-masing menginginkan bagian yang lebih besar. Alasan yang terakhir itulah yang acapkali disebut dengan sifat tamak, yang hari ini dikritik olah Tuhan Yesus. “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap ketamakan, sebab walaupun seorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari pada kekayaannya.”

Yesus mengkritiknya, karena sikap tamak itulah yang menjadi akar segala bentuk ketegangan dalam relasi kita dengan Tuhan pun dengan sesama baik dalam masyarakat maupun dalam keluarga, bahkan dalam diri kita sendiri.

Oleh sebab itu, kita diajak oleh Tuhan Yesus agar senantiasa punya kesediaan untuk berbagi dan bersyukur, sebab harta yang paling berharga dalam hidup ini adalah relasi kita dengan dengan sesama dan diri kita sendiri. Semua itu mengalir dari relasi kita dengan Allah. Maka bila relasi kita dengan Tuhan baik, baik pula relasi kita dengan sesama dan diri kita.

Mari kita biarkan terngiang di telinga kita seruan "BERMURAH-HATILAH", dan akhirnya kita melakukannya. Semoga berkat Tuhan senantiasa membantu niat baik kita.

Dipanggil menjadi Nabi

Mat 14:1-12

Bila kita mencermati dunia sekitar kita, ada suatu fenomena yang seakan menjadi biasa dan wajar bahwa kebenaran itu tidak mudah untuk ditegakkan. Ada selogan "yang jujur hancur", "yang benar akan terdampar", dst. Salah satu contoh sederhana, yang hingga kini terdengar di telinga banyak orang, adanya kesulitan umat kristiani yang hendak mendirikan tempat ibadah. Maka tidak mengherankan bila ada yang sampai berkomentar: Apakah memang kebenaran itu harus dibayar mahal? Ya, dalam arti bahwa kebenaran selalu menuntut suatu perjuangan yang ekstra. Di samping itu, memang harus diakui bahwa kebenaran tak jarang selalu mengandung resiko.

Tak dapat dipungkiri bahwa orang yang menyuarakan kebenaran akan disingkirkan. Yohanes Pembabtis menjadi teladan sikap hidup kita. Ia 'harus' menderita bahkan wafat demi menegakkan kebenaran, demi membuka jalan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus. Dan itulah rasanya tuntutan sebagai nabi yang senantiasa harus mengobarkan kebenaran, melalui sikap jujur, adil dan murah hati baik kepada Tuhan, sesama maupun diri sendiri.

Semoga Roh Tuhan selalu membimbing usaha kita menjadi nabi cinta kasih.

Pengalaman Ditolak

Mat 13:54-58

Kecenderungan manusia bahwa dirinya selalu ingin diterima oleh siapapun. Oleh sebab itu tak dapat dipungkiri bahwa seseorang akan merasa kecewa bila dirinya tidak diterima keberadaannya. Pengalaman ditolak memang tidak mengenakkan. Tak jarang orang justru merasa menjadi orang yang asing, meski di tempat sendiri.

Sikap Yesus hendaklah menjadi sikap kita pula. Ia terbuka hati menerima kenyataan ketika Ia harus ditolak oleh orang-orang yang pernah tinggal bersamaNya. Sikap lepas bebas menjadi sikap hidup Yesus. Sikap lepas bebas itulah yang akan membawa kita kepada suatu penerimaan akan diri kita sendiri menyangkut situasi kita dengan segala kelebihan dan kekurangan kita. Sekap lepas bebas itu juga yang akan menghantar kita kepada penerimaan akan orang lain juga dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Akhirnya sikap lepas bebas kita itulah yang akan menuntun kita kepada penerimaan akan Yesus dalam Sabda-sabdaNYa.

Ketika Kerajaan Sorga Diumpamakan sebagai Pukat


Mat 13:47-53

Pukat merupakan suatu alat semacam jala yang digunakan untuk menangkap ikan. Ukurannya lebih besar daripada jala, maka kemungkinan untuk mendapatkan ikan yang lebih banyak dan bermacam-macam, sangat besar. Ikan-ikan yang ‘terperangkap’ dalam pukat semestinya ditarik ke tepi pantai dan bahkan harus sampai ke darat, sehingga ikan-ikannya dapat dipilah-pilah mana yang baik dan mana yang tidak baik diambil.

Demikianlah bila Kerajaan Sorga diumpamakan sebagai pukat, maka Kerajaan Allah mempunyai kemampuan ‘menangkap’ lebih banyak dan berbagai macam orang termasuk kita. Kitalah yang menjadi ikan-ikannya. Kita yang tak akan luput dari pukat itu, tentu juga akan dipilah dan diambil. Kita akan diambil dari pemilik pukat itu, bila kita memiliki mutu yang baik.

Ikan yang bermutu baik biasanya ikan yang sehat, segar dan gemuk. Mutu inilah yang senantiasa harus kita miliki. Tentu mutu itu bukan semata-mata terletak pada yang tampak secara fisik, melainkan tampak bahwa kita bermutu di mata Allah. Bermutu, sehat di mata Allah bila mempunyai relasi yang akrab dengan Allah dan tampak dalam penyerahan hidup serta kesetiaannya kepada Allah.

APA YANG PALING BERHARGA?

Kel 34:29-35; Matius 13:44-46

Dalam hidup, kita semua tentu memiliki sesuatu yang begitu berharga, entah uang, emas, atau harta benda lain, jabatan, kepandaian, atau apa saja, anak, orang tua atau orang-orang yang kita cintai yang semuanya sukar dilepaskan demi alasan apa pun. Kita menjadi sedemikian berat bila harus kehilangan harta itu.

Tuhan Yesus mengajarkan kepada kita bahwa Kerajaan Sorga jauh lebih berharga daripada harta benda apa pun di dunia ini. Oleh karena itu, mereka yang telah menemukan Kerajaan Sorga tidak akan segan-segan untuk meninggalkan segala miliknya demi Kerajaan Sorga itu. Tuhan Yesus memberikan suatu jaminan, ketika segala sesuatu ditinggalkan untuk memperoleh Kerajaan Sorga. Jaminan itu berupa rahmat cinta kasih dan harapan dalam hidup.

Tuhan Yesus menghendaki agar kita senantiasa berusaha lepas dari kelekatan itu, jika kita ingin mengalami Kerajaan Sorga. Harta duniawi hanyalah bersifat sementara. Oleh karenanya bisa saja hilang, atau bahkan menjadi sumber konflik serta petaka. Kerajaan Sorga adalah harta rohani yang sifatnya abadi yang menjadi sumber sukacita kedamaian.

Dengan bantuan Ramat Allah kita senantiasa diajak untuk menyadari betapa berharganya harta sorgawi itu. Betapa lepas bebasnya kita bila memiliki harta sorgawi itu.

Apakah waktu untuk Tuhan?

Kej18:20-23; Kol 2:12-24; Luk 11:1-13
Kalau kita mencermati situasi di sekitar kita, tampak fenomena hidup yang diwarnai dengan mendesaknya waktu bagi sekian banyak orang. Istilah yang akrab digunakan adalah sibuk. Apa pun urusannya, seseorang 'memaksa' agar orang lain mau mengertinya, bila dirinya nggak mau diganggu. Akibatnya bahwa komunikasi secara personal dan intensif dengan sesama sulit untuk diwujudkan.
Lalu, bagaimana soal komunikasi dengan Tuhan? Tak dapat dipungkiri juga sulit untuk diwujudkan.Akhir-akhir ini, tidak sedikit kita jumpai ada suatu himbauan atau pengumuman di awal suatu Perayaan Ekaristi, agar HP dan sejenisnya di-silent. Tentu kita dapat menerima dengan pertanyaan : kok sampai segitunya?. Itu artinya bahwa orang sangat disibukkan oleh urusannya masing-masing. Tentu akan lain jadinya bila Tuhan Allah sendiri juga memiliki HP dan menggunakannya.
Kita hendak belajar dari Tuhan Yesus yang justru punya waktu yang lebih dari cukup baik untuk murid-muridNya maupun untuk Tuhan. Ajakan Yesus untuk berdoa Bapa Kami, mau menunjukkan kepada kita bahwa doa merupakan suatu komunikatsi personal dengan Allah.
Oleh sebab itu dalam berdoa, orang dituntut kehadirannya dan penyerahan dirinya kepada Tuhan. Dalam SabdaNya Yesus berkata, "Mintalah maka akan diberikan, Ketuklah maka pintu akan dibukakan...." Yesus menghendaki agar kita sungguh-sungguh menyediakan waktu dan mengarahkan hati kita dan seluruh diri kita kepada Tuhan.