"Fiat" Ketaatan Maria
Adalah tak masuk akal! Umur tua tidak membuat hidup seseorang menjadi tenang. Ketika orang menjadi tua, semestinya, dirinya semakin berpasrah kepada Tuhan, sumeleh. Jika tidak, ada apa ya?
Umur tua tidak membuat Elisabet makin hidup tenang. Sebab ia tergolong orang yang "kena aib", karena tidak dapat memberi keturunan kepada Zakharia. Sama dengan Hana, yang bakal melahirkan Samuel. Juga Sarai, istri Abraham. Tapi kini Elisabet mengandung pada hari tua, begitu pula tokoh-tokoh lain itu. Tak wajar!
Lebih tidak tenang lagi yang dialami Maria. Bukan karena ketuaan, melainkan karena kediniannya. Maria mengandung dalam keadaan tanpa suami yang resmi. Inilah situasi sulit dan dapat membahayakan keselamatan hidupnya. Maria setiap saat dapat menerima hukuman rajam. Hukum Taurat (Ul. 22:23-24) berkata: “Apabila ada seorang gadis yang masih perawan dan yang sudah bertunangan--jika seorang laki-laki bertemu dengan dia di kota dan tidur dengan dia, maka haruslah mereka keduanya kamu bawa ke luar ke pintu gerbang kota dan kamu lempari dengan batu, sehingga mati: gadis itu, karena walaupun di kota, ia tidak berteriak-teriak, dan laki-laki itu, karena ia telah memperkosa isteri sesamanya manusia. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.
“Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu" (Luk. 1:38). Inilah FIAT Maria. Pada saat ia menyatakan “fiat”-nya, ia menerima suatu paradoks antara kasih-karunia dan bahaya maut. Maria menerima kasih-karunia atau rahmat Allah yang begitu khusus dengan memilih dia untuk menjadi bunda Allah, sehingga Maria diperkenankan untuk melahirkan Anak Allah yang maha-tinggi. Tetapi juga pada saat yang sama dengan “fiat”-nya Maria juga siap menerima konsekuensi yang terburuk yaitu hukuman rajam sesuai ketentuan hukum Taurat.
Ternyata Maria mengutamakan sikap ketaatan yang tanpa syarat kepada kehendak dan rencana Allah. Melalui ketaatannya, Maria menyatakan bagaimana mata imannya dimampukan oleh Allah untuk melihat bahwa karya keselamatan Allah lebih agung dan berarti dari pada rasa aman dan kepentingan dirinya.
Fiat Maria ini mengungkapkan isi iman yg otentik dan paling dlm thp rahasia keselamatan Allah. Sebab saat Maria mengambil keputusan dengan berkata: “Jadilah padaku menurut perkataanMu” berarti saat itu pula Maria mengalami proses pembuahan dalam rahimnya. Pada saat Maria menyatakan “fiat”atau KETAATAN-nya, berarti saat itu pula Maria menyetujui peristiwa inkarnasi Firman Allah terjadi dalam rahimnya.
Setelah Maria mengucapkan fiat untuk menerima kehendak dan rencana Allah, beberapa waktu kemudian dia pergi mengunjungi keluarga Zakharia dan Elisabet di wilayah Yehuda, sangat jauh. Yang menarik adalah bagaimana sikap yang dialami oleh Elisabet saat Maria datang berkunjung dan mengucapkan salam kedatangannya. Ternyata anak yang berada dalam kandungan Elisabet disebutkan “melonjak” kegirangan dan Elisabet kemudian dipenuhi oleh Roh Kudus sehingga dia mengucapkan pujian kepada Maria, yaitu: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk. 1:42-43).
Atas dasar respon Elisabet tersebut, kemudian berkembanglah suatu doa di kalangan gereja Roma Katolik dan Orthodoks Timur yang disebut dengan doa “Salam Maria” atau “Ave Maria” yang berbunyi: “Ave Maria, gratia plena. Dominus tecum, benedicta tu in mulieribus, et benedictus fructus ventris tui, Jesus. Sancta Maria, Mater Dei, ora pro nobis peccatoribus, nunc, et in hora mortis nostrae.
Ucapan Elisabet yang menjadi dasar dari isi doa “Salam Maria” pada prinsipnya menyatakan: pertama bahwa Maria adalah satu-satunya wanita yang paling diberkati. Yang kedua adalah bahwa berkat tersebut terjadi karena janin Yesus yang sedang dikandungnya. Yang ketiga adalah: gelar Maria sebagai ibu Tuhan (mater dei = theotokos). Ketiga aspek pernyataan tersebut merupakan ungkapan Elisabet yang dipenuhi oleh Roh Kudus.
Dengan demikian kehidupan Maria yang dilandasi oleh “fiat” ketaatannya telah menjadi ruang dan media yang istimewa dalam karya keselamatan Allah. Sehingga janin Yohanes Pembaptis telah mengenali jati-diri ke-Messias-an Yesus selaku Anak Allah. Melalui kehadiran Maria, membuka peluang bagi Elisabet untuk dipenuhi oleh Roh Kudus. Jelasnya ketaatan iman Maria menghasilkan sukacita Roh di kalangan keluarga besarnya. Alangkah indahnya, jikalau setiap umat percaya mampu bersikap Maria sehingga setiap sapaan dan kehadiran gereja senantiasa mendatangkan sukacita ilahi di tengah-tengah berbagai pergumulan dan penderitaan sesama.
Demikianpun dengan ketaatan Yesus dalam Ibr 10, menghasilkan jawaban BapaNya, yaitu kebangkitan.
Bagaimana dengan makna “ketaatan” pada masa kini? Apakah ketaatan masa kini mampu mencerminkan ketaatan iman yang menghasilkan sukacita Roh dalam relasi yang lebih luas dan dalam? Kita dapat melihat bagaimana keluarga, sekolah dan masyarakat bahkan lembaga keagamaan justru sering mengajar suatu ketaatan yang sifatnya legalistis. Dengan ketaatan yang legalistis, seseorang tidak diajar bagaimana dia harus berperan menjadi pembebas dan pelaku kebenaran. Malahan seseorang diajar untuk berpikir dan menganalisa persoalan secara dangkal seperti seekor kuda dengan penutup matanya.
Pola ketaatan yang legalistis justru mengurung berbagai potensi, kompetensi dan anugerah Allah sedemikian rupa sehingga mereka kehilangan kemampuan untuk melihat kekayaan dan dimensi kehidupan. Itu sebabnya ketaatan yang legalistis hanya menghasilkan kekakuan sikap dan tindakan-tindakan yang dapat mematikan semangat dan aspek-aspek anugerah kehidupan. Ketaatan yang legalistis umumnya menghasilkan dukacita bagi banyak orang dan kehilangan kemampuan untuk menegakkan kebenaran dalam konteks relasi dan komunikasi kasih dengan Allah dan sesama.
Kita ingat kumpulan ibu-ibu sepenanggungan yang ada di paroki. Dengan saling berbagi pengalaman dan penderitaan, masalah yang besar menjadi tidak lagi mengusik. Malah menurut Lukas di situ bisa tumbuh kegembiraan. Dalam kisah ini, kegembiraan itu bermuara dari dalam kandungan. Dan apa yang dilihat sebagai yang paling membuat Maria beruntung: "buah rahim"-nya.
Meninggalkan Segala Sesuatu untuk Mengikuti Yesus
Siapapun orangnya pasti tidak menolak jika ditawari menjadi orang kaya. Demikian pun saya. Realita sekarang ini, bahkan ada banyak pengajaran yang diam-diam atau terang-terangan menyamakan bahwa menjadi kaya sama dengan kehidupannya diperkenankan Tuhan.
Mengapa? tampaknya Tuhan lebih berpihak kepada orang miskin daripada orang kaya. Meski, Abraham, Ishak, Boas, Daud, Salomo, Ayub, dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya adalah orang-orang kaya. Bahkan, Yesus pun memilih menjadi orang miskin, dari sekian banyak pilihan hidup di bumi, demi menyelamatkan umat manusia. Kedatangan-Nya di dunia pun demi mengabarkan berita kesukaan kepada orang miskin (Lukas 4:18). Janda miskin lebih dipuji daripada orang kaya yang memberi persembahan (Markus 12:41-44). Bahkan orang miskin dianggap sebagai pewaris takhta Kerajaan Allah bersama-sama orang-orang yang mengasihi Dia (Yakobus 2:5).
Tampaknya ada rahasia di balik orang-orang miskin. Mengapa mereka disebut sebagai orang berbahagia (Lukas 6:20)? Tetapi, mengapa orang kaya tidak mendapat keistimewaan itu? Bahkan seorang kaya yang ingin mengikut Yesus pun diminta-Nya membagikan seluruh kekayaannya kepada orang miskin – yang berarti ia tidak berharta lagi, baru boleh menjadi pengikut-Nya – padahal kehidupan rohaninya nyata-nyata lebih bagus daripada kebanyakan kita (Markus 10:17-27)?
Ini tidak bermaksud sinis terhadap kekayaan dan kepada orang kaya. Kitab Amsal mengatakan, “Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi bagianku” (Amsal 30:8). “Sebab si miskin pun ada kemungkinan mencuri dan mencemarkan nama Allah,” tuturnya kemudian.
Dalam injil Luk 10:25-37 juga Injil hari ini mengundang suatu pertanyaan yang sama : Apakah yang harus kulakukan untuk memperoleh hidup kekal? Lukas : mengasihi Allah dan sesama. Reaksi berikutnya: siapakah sesamaku? Yesus menenkankan bukan objeknya tetapi subjeknya. Bagi Yesus yang tepat bertanya: bagaimanakah aku bisa menjadi sesama bagi yang lain.
Markus: bukan sekedar menuruti hukum taurat yang ada, melainkan pergi dan menjual apa yang dimiliki dan memberikan itu kepada orang-orang miskin. Reaksi sedih sekali karena banyaklah hartanya. Jika demikian, siapakah yang dapat masuk Kerajaan Allah? Lalu Yesus berkata kepada murid-muridNya. “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”
Itulah reaksi para murid Yesus saat itu dan pertanyaan kita saat ini. Yang dapat masuk Kerajaan Allah adalah orang yang memiliki sikap lepas bebas dari segala ikatan tanah milik, barang, uang, dan orang untuk dapat mengarahkan hidup pada Kristus.
Monika Hellwig menuliskan keuntungan menjadi orang miskin (Bukan Yesus yang Saya Kenal – Philip Yancey):
- Orang miskin tahu bahwa dirinya sangat membutuhkan penebusan.
- Orang miskin bukan saja tahu bahwa dirinya tergantung pada Tuhan dan orang yang berkuasa, tetapi mereka saling tergantung satu sama lain.
- Orang miskin bukan menggantungkan rasa amannya pada harta benda, tetapi pada manusia.
- Orang miskin tidak merasa dirinya keterlaluan penting dan tidak mempunyai kebutuhan berlebihan akan privacy.
- Orang miskin tidak terlalu mengandalkan persaingan, tetapi mengandalkan kerja sama.
- Orang miskin bisa membedakan antara kebutuhan dan kemewahan.
- Orang miskin bisa menunggu, mereka telah memperoleh sejenis kesabaran panjang yang lahir dari kesadaran akan ketergantungan.
- Ketakutan orang miskin lebih realistis dan tidak begitu dibesar-besarkan karena mereka tahu seseorang bisa bertahan hidup menghadapi penderitaan besar dan kekurangan.
- Bila orang miskin mendengar Injil, itu kedengaran seperti kabar baik, bukan seperti ancaman atau teguran.
- Orang miskin bisa menerima panggilan Injil untuk meninggalkan segalanya dengan totalitas penuh karena mereka akan kehilangan sedikit dan siap untuk menerima apa saja.
Memang harus diakui, ikatan yang paling sulit dilepaskan manusia untuk mengikuti Yesus adalah harta benda. Karena memiliki uang maka orang dapat beli narkoba dan menghancurkan hidupnya. Karena memiliki banyak uang maka orang bisa main perempuan, berjudi, dan mabuk-mabukan. Bahkan karena harta warisan, orang tua dan saudara sekandung saja, rela dianiaya bahkan dibunuh. Akibatnya mereka sulit untuk menghayati perutusan kemuridan untuk mencintai Allah dan sesama.
Maka benarlah sabda Yesus “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah.”Orang yang memiliki sikap lepas bebas adalah orang yang memiliki kebijaksanaan berkata “cukup.” Artinya berani berkata “cukup” atas keperluan tanah milik, barang, uang, dan orang demi mengarahkan hidupnya kepada Kristus. Karena kita ini, tidak akan pernah puas akan harta milik.
Salalu Melihat Kebaikan
Apa tandanya kalau orang itu buta? TIDAK MELIHAT. Mengapa orang bisa buta? Yohanes menyebut salah satunya bahwa orang bisa buta sejak lahir (Yoh 9:1). Ada juga berawal dari berkurang penglihatannya karena usia lanjut (Ishak dalam Kej 27:1; Eli dalam 1Sam 3:2; Ahia dalam 1Raj 14:4)....dst. Lalu, apa yang paling dirasakan oleh orang yang matanya buta? Dan apa yang mereka inginkan?
Keinginan terbesar orang yang buta adalah BISA MELIHAT. Orang yang buta selalu menginginkan suatu PERUBAHAN, yakni dari tidak melihat menjadi bisa melihat.
Sebuah kisah begini:
Saudari dan saudaraku, betapa sedih dan menderitanya si buta dalam kisah itu. Tentu Anda yang membaca renungan ini tidak buta, minimal belum buta, karena bisa melihat tulisan ini lalu membacanya. Tetapi pertanyaannya: Apa jadinya bila yang buta adalah mata hati Anda, atau juga mata hati saya? Mari kita bertanya diri. Kadang dalam realitanya, orang, kita cenderung memilih untuk “membuta” walau dapat melihat.
Kebutaan hati juga menunjuk pada kegelapan batin, tidak mampu melihat kebaikan orang lain, biasanya tampak keangkuhan, kebebalan (orang menjadi tidak peka) dan kedengkian. Ia menjadi acuh dan kurang peduli pada sesama dan lingkungannya.
Saudari dan saudaraku, kita mengenal sosok Bartimeus dalam Injil. Ia adalah salah seorang buta yang menghendaki perubahan dalam hidupnya. Ada 3 langkah radikal yang dilakukan, yaitu:
1. Ia berseru dengan semangat yang berkobar (ay 47-48).
Paulus menggunakan istilah biarlah rohmu menyala-nyala (Rm 12,11). Memanggil dengan berseru apalagi makin keras berseru di saat dihalangi menggambarkan kesungguhan hatinya untuk bertemu dengan Kristus. Pemazmur juga menyatakan “serukanlah namaNya” (Maz 105:1). Orang harus menunjukkan kesungguhan hati sebagai tanda kerinduan untuk mengalami perubahan, yaitu: lebih akrab dengan Dia. Dalam Yer 31:7-9, kobarkanlah, pujilah dan katakanlah bahwa Tuhan telah menyelamatkan umatnya....
2. Ia mendengar dan melakukan perintahNya (ay 49-50)
Bartimeus berhenti berseru di saat ia mendengarkan suara Tuhan dan merespon panggilan tersebut dengan segera tanpa menunda. Yang menarik, sebelum ia bertemu dengan Tuhan, Ia menanggalkan jubahnya, jubah sebagai simbol sesuatu yang berarti dalam hidupnya. Dengan iman ia “menanggalkan manusia lama…. dan mengenakan manusia baru…” (Kol 3:10). Dengan iman ia melakukan perintahNya!
3. Ia menerima mujizat dan mengikuti Tuhan (ay 51-52)
Tuhan Yesus bertanya dan Bartimeus meminta apa yang menjadi keinginannya, yaitu: dipulihkan dengan perubahan yang lebih baik. Mujizat terjadi dan Bartimeus mengalami perubahan hidup. Kuasa Tuhan nyata dan telah menyelamatkannya. Bartimeus melihat dan ia bersyukur dengan tindakan yang ia kemudian lakukan yaitu penyerahan diri, “mengikuti Yesus” (ay 52). Menjadi pengikut Kristus dan “wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1 Yoh 2:6). Yesus Kristus sebagai imam agungnya (Ibr 5:1-6.
Saudari dan saudaraku, Bartimeus yang buta matanya mengajar kita untuk tidak menjadikan mata hati kita juga buta. Maka marilah mensyukuri kebaikan Allah dalam hidup kita, karena kita bisa melihat dengan baik, pun bisa melihat kebaikan sesama dan lingkungan kita, pun bisa mengusahakan lebih baik dari apa yang sudah baik.
Tuhan menyertai niat-niat baik kita. Amin.
Yesus Kristus Raja Alam Semesta (tahun B)
Jika kita mencermati, di atas kepala-Nya kita melihat tulisan INRI yang ditulis Pontius Pilatus: "Iesus Nazarenus Rex Iudeorum "artinya "Yesus dari Nazareth Raja Orang Yahudi". Sungguh sejak Ia memasuki kota Yerusalem dengan menunggangi seekor keledai, bukan kudan jantan yang perkasa. Ia sudah disambut sebagai Raja.
Bac Injil (Yoh 18:33b-37), ada dialog antara Pilatus dan Yesus. Makna sebutan RAJA untuk Kristus sama sekali berbeda dari makna seperti yang dimaksudkan Pilatus, yakni raja dengan istana yang megah dengan beribu-ribu prajurit dst. Yesus mengatakan bahwa KerajaanKu bukan dari dunia ini. Kristus sebagai raja à memberikan kesaksian tentang kebenaran, membawa damai sejahtera kepada umat manusia melalui darahNya. Penyaliban Yesus dalam Yohanes dimaknai sebagai pemuliaan atau peninggian sebagai raja.
Bac I (Daniel 7:13-14), kekuasaanNya kekal adanya dan kerajaanNya takkan binasa. Iman Kristiani, mengimani dan mengamini bahwa Yesus datang bukan sekedar untuk membebaskan dari penindasan bangsa Romawi, melainkan untuk membebaskan semua bangsa (Yahudi dan bukan Yahudi), datang untuk membebaskan mereka dari dosa dan kematian.
Bac II (Wahyu 1:5-8), Dia yang mengasihi kita dan yang melepaskan kita dari dosa oleh darahNya dan yang membuat kita menjadi suatu kerajaan. Dengan demikian, Dia adalah raja alam semesta, tidak berkuasa di kerajaan duniawi namun kerajaan yang akan datang. KerajaanNya menembus hati manusia.
Hari raya ini ditetapkan oleh Paus Pius XI pada tanggal 11 Desember 1925 dalam ensiklik “Quas Primas”. Pertama-tama yang menjadi latar belakang penetapan itu adalah
1. Tumbuhnya kekuatan kediktatoran di Eropa.
2. Gereja (orang-orang Katolik) dikuasai oleh para pemimpin duniawi ini.
3. Saat itu penghormatan kepada Kristus dan Gereja mulai memudar.
Oleh sebab itu, dengan penetapan Hari raya ini diharapkan akan menumbuhkan berbagai dampak, a.l:
1. Negara-negara akan melihat bahwa Gereja mempunyai hak untuk memiliki kebebasan dan tidak bisa diintervensi negara.
2. Bahwa para pemimpin dan negara akan melihat bahwa mereka juga harus menghormati Kristus
3. Bahwa orang beriman akan mendapatkan kekuatan dan keberanian dari perayaan ini dan diingatkan bahwa Kristus haruslah merajai hati, pikiran, kehendak dan tubuh kita.
Lalu, Apa Relevansinya untuk kita di zaman sekarang ini?
Pada zaman sekarang ini, ketidakpercayaan yang sama akan “otoritas” juga masih ada, bahkan permasalahannya makin buruk. Individualisme makin ekstrim, sehingga banyak orang, hanya mengakui bahwa satu-satunya otoritas yang berkuasa hanyalah diri mereka sendiri. Maka tumbuhlah generasi “egois” semuanya tentang “aku”. Keinginan dan kehendakku menjadi yang utama dalam segala situasi. Otoritas Kristus sebagai penguasa ditolak oleh sistem individualisme yang begitu kuat.
Pesta Malaikat Pelindung
Malaikat adalah makhluk rohani yang diciptakan Allah, artinya mereka tidak memiliki tubuh ragawi: tidak memiliki daging atau darah. Malaikat tidak dilahirkan, tetapi diciptakan Allah. Karena tidak memiliki tubuh, maka mereka tidak menjadi tua dan mati.
Gambar malaikat pelindung yang paling sering kita jumpai adalah gambar seorang malaikat yang sedang melindungi seorang anak kecil yang sedang berjalan menyeberangi sebuah jembatan kecil. Pada tahun 1608, Paus Paulus V menambahkan pesta para malaikat pelindung ke dalam penanggalan para kudus dan pesta gerejani. Mengetahui serta mengimani bahwa kita masing-masing mempunyai seorang malaikat pelindung yang melindungi kita, sungguh sangat membesarkan hati. Malaikat pelindung kita adalah hadiah dari Tuhan kita yang penuh belas kasih. Dalam Perayaan Ekaristi, kita juga menguduskan nama Allah bersama paduan suara malaikat.
Nah, apa sih yang dilakukan malaikat?
Pertama, Malaikat memandang, memuji dan memulikan Allah di hadirat-Nya yang Ilahi. Hendaknya disadari bahwa setiap kita mempunyai seorang malaikat pelindung. Yesus sendiri pernah bersabda, “Ingatlah, jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu; ada malaikat mereka di sorga yang selalu memandang wajah Bapa-Ku yang di sorga” (Mat 18:10). Kita pernah menjadi kecil.
Kedua, Malaikat merupakan pembawa pesan atau utusan. Kitab suci melukiskan peran malaikat sebagai utusan Allah yang menyampaikan pesan, melaksanakan keadilan atau pun memberikan kekuatan serta penghiburan.
Tak dapat dipungkiri bahwa kita bertumbuh sebagai manusia: mulai dari bayi, kanak-kanak, remaja, dewasa hingga lanjut usia. Namun, kalau kita mau jujur, kita sering lupa atau bahkan melupakan soal pertumbuhan itu, bahwa kita menjadi besar karena bertumbuh dari kecil.
Ketika kita mencermati hidup kita sekarang ini (setelah besar), tidakkah kita telah kehilangan tidak sedikit sikap atau prilaku kala waktu kecil? masihkan kita mempunyai kepolosan, keterbukaan dan kepasrahan seperti yang pernah kita punyai di kala kecil? Sikap-sikap itulah yang senantiasa berkenan kepada Yesus, sehingga kita boleh masuk KerajaanNya.
St. Maria Magdalena
Hari ini Gereja memperingati St. Maria Magdalena (dari Magdala). Dia adalah saksi pertama kebangkitan Yesus. Dialah salah satu wanita yang memiliki relasi yg amat personal atau intim dengan Yesus sebagai guru, sekaligus sebagai sahabatnya. Relasi amat personal ini dengan amat baik dikisahkan dalam novel Pengakuan Maria Magdalena: Saat-saat Intim Bersama Sang Guru (Rm. Martin Suhartono SJ).
Kisahnya mengunjungi Yesus di makam pagi-pagi benar (uput-uput) menunjukkan bahwa betapa Maria Magdalena ingin menjadi orang yang pertama datang dan mengurapi tubuh Yesus.
Tetapi, ketika ternyata tubuh Yesus sudah tidak ada lagi, kubur menjadi kosong, hati Maria Magdalena pun menjadi kosong, putus asa, sehingga ia tidak bisa melihat dan mendengar dengan jernih. Hati yang berkecamuk dan tidak hening membuat kehadiran Yesus tersembunyi baginya, sehingga Ia tidak bisa mengenali sapaan Yesus.
Namun ketika hati Maria mulai tenang, dan Yesus menyapa dengan sapaan personal, ia mulai mengenal suara Yesus. Maria mengajak kita :
- untuk senantiasa hening dalam hati agar kita menjadi peka terhadap sapaan Allah
- untuk mengenal (menjalin relasi dengan) Yesus secara lebih personal
Dasar itu adalah melaksanakan kehendak Allah
Sebuah bangunan yang didirikan atas dasar batu atau beton akan mampu berdiri kokoh, kuat dan tidak tergoyahkan meski dilanda hujan, banjir dan angin atau bahkan gempa. Namun bila dasarnya hanya pasir, maka bangunan itu akan roboh dan berantakan.
Hubungan keluarga yang didasarkan atas dasar sanak kandung atau hubungan darah bisa sangat berarti. Tetapi ada kalanya semuanya itu harus berhenti. Orang juga bisa membangun sebuah keluarga atas dasar cita-cita dan perjuangan.
Sabda Tuhan hari ini mengundang kita untuk melihat dasar hidup orang beriman. Bagi Yesus dan para muridNya, ada dasar yang kokoh untuk membangun kehidupan dalam keluarga beriman. Dasar itu adalah melaksanakan kehendak Allah.
Tuhan Yesus hari ini mengingatkan kita bahwa yang menjadi ibu dan saudara kita itu jauh lebih luas dari hanya sekedar hubungan darah, suku, golongan dan agama. Kecenderungan kita, bahwa kita menerima orang lain sebagai ibu, saudara, teman jika orang lain tersebut menguntungkan kita secara pribadi. Sebaliknya sesama tersebut akan berubah menjadi musuh jika mereka tidak menguntungkan bahkan merugikan kita, Ibu, saudara perempuan dan laki-laki bagi Yesus adalah mereka yang melakukan kehendak Bapa. Beranikah kita juga menunjuk sesama yang menderita dengan berkata:"Ini ibuku dan saudara-saudaraku!"
Atas dasar itulah Gereja dibangun, sehingga berdiri kokoh dan kuat. Bila Gereja kehilangan dasar itu, mungkin Gereja masih bisa tampil sebagai organisasi yang rapi, indah dan disiplin; tetapi akan kehilangan ciri dan corak khasnya yaitu: sebagai keluarga beriman yang senantiasa memperjuangkan kehendak Allah.
Itulah yang terjadi juga dalam keluarga besar Israel. Dalam Bac I dikisahkan bagaimana bangsa ini dapat melanjutkan perjalanan bahkan melintasi laut Teberau karena bangsa ini bersedia mendengarkan dan melaksanakan apa yang dikendaki oleh Allah. Allah menghendaki bangsa ini selamat.
Agar orang mjd semakin percaya
Kadang bila kita dihadapkan pada pilihan penting atau ada di persimpangan jalan dan tidak tahu arah mana yg harus ditempuh, kita minta petunjuk / tanda dari surga. Salahkah itu? Mengapa tanda? Agar orang mjd semakin percaya. Yesus juga memberi tanda-tanda yg menyertai orang yg percaya (Mrk 16:17). Yg salah bukan bahwa mrk minta tanda, melainkan mrk jahat dan tidak setia.
Yesus sudah melakukan banyak tanda, tapi mereka tidak melihatnya sebagai tanda. Dan kalau Yesus membuat tanda yang lebih besar lagi, percuma saja. Mereka tetap tidak percaya karena memang tidak mau percaya.
Pertanyaannya, bagaimana Yesus, Anak Manusia, menjadi tanda bagi kita? Kita tahu bahwa tanda: sesuatu hal yang harus bisa kita lihat. Tanda bukan sekadar sebuah pesan. Anda mungkin berkata bahwa Anak Manusia lebih merupakan pesan ketimbang tanda, akan tetapi sebuah pesan bukanlah hal yang bisa Anda lihat tetapi lebih merupakan apa yang Anda dengar. Tanda harus merupakan sesuatu yang bisa Anda lihat. Tanda dari Yesus: kuasa kebangkitan di dalam diri setiap orang Kristen yang diubahkan; tanda dari kehidupan yang berubah.
“Apakah yg kau perbuat thd kami dg membawa kami keluar dari Mesir?” --- Kel 14: 11 “Berikanlah aku hidup, dan siapa yang peduli dg kebebasan”. Mereka berkata, “Sebab lebih baik bagi kami untuk bekerja pd orang Mesir drpd mati di padang gurun ini” (Kel 14: 12).
Hidup dan kebahagiaan dp mjd prioritas tertinggi drpd kebebasan.
Nabi?
Gambaran yang sangat kuat di kalangan Yahudi adalah nabi seperti Daud, Salomo dst. Merekalah nabi sekaligus mesias. Apakah Yesus seorang nabi seperti yang dipikirkan mereka?
Inilah salah satu alasan mengapa Yesus di tolak di Nasareth. Apa yang diharapkan sebagai nabi dan mesias tidak dijumpai dalam diri Yesus. Orang-orang di Nazaret tidak bisa menerima bahwa dia itu cuma salah seorang dari antara mereka sendiri. Mereka sudah mengenal latar belakang pekerjaannya dan keluarganya. Tak ada yang baru! Mereka menyebut Yesus "tukang kayu, anak Maria".
Mat 13:55. Di situ terbaca "Bukankah dia ini anak Yusuf? Bukankah ibunya bernama Maria?" Luk 4:22 orang-orang itu berkata, "Bukankah ia ini anak Yusuf?"
Mrk 6:3 itu berdasarkan kesaksian orang-orang yang ingat betul peristiwanya, “Bukankan Ia ini tukang kayu...? Tukang kayu, aslinya "tekton" -- tidak selalu menunjuk pada tukang mebel dan pengrajin kecil, bisa juga maksudnya "ahli teknik perkayuan" atau bahkan arsitek bangunan kayu.
Menyebut orang hanya dengan nama ibunya zaman itu sama dengan melecehkan.
Intinya, dalam hati kecil mereka ingin agar Yesus yang mereka kenal itu kini tampil sebagai Mesias menurut bayangan dan harapan politik orang waktu itu. Tindakan luar biasa yang dilakukan Yesus bukan sebagai tanda kebenaran pewartaanNya, melainkan sebagai ilmu dan kekuatan yang semestinya dimiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan. Jadi mereka akan punya Mesias yang akan memukul mundur musuh".
Mrk 6:2 tampak mereka mendengarkan Dia dan menjadi takjub, heran.
Salah Persepsi /kelaparan dalam lumbung
Dengan demikian, orang-orang Nazaret itu kehilangan kesempatan melihat siapa sebenarnya Yesus karena memenjarakan diri dengan kategori-kategori yang itu-itu saja: (1) merasa sudah tahu betul siapa dia, sudah tahu Kristologi komplit, dan (2) bersikeras bahwa tugasnya ialah membangun kembali kejayaan umat di mata orang lain.
Kedua anggapan itu menyesatkan. Mereka gagal melihat siapa sebenarnya Yesus dan apa yang dibawakannya. Mereka seperti kelaparan dalam lumbung karena tidak mengenali makanan yang tersedia.
Yesus mengembalikan manusia pada martabatnya yang sejati. Bukan manusia yang memaksakan keinginannya, yang diombang-ambingkan kekuatan-kekuatan gelap, yang kehilangan arah, yang tak lagi memiliki daya hidup.
Ia membawa kembali mereka/kita menjadi manusia yang utuh. Itulah mukjizatnya, pengutusan: mendekatkan sosok manusia sehingga makin cocok dengan yang diinginkan Pencipta.
Dalam bacaan yang kedua, Paulus menawarkan sikap rendah hati yang benar, sehingga kekuatan Kristus makin tampak dalam diri dan karya-karyanya. Bagi Paulus: duri dalam daging tak lain adalah utusan iblis yang merebut tempat dalam hatinya. Maka tiada jalan bagi Paulus selain mengandalkan kekuatan Allah dengan mengakui kelemahan pribadi. Jika aku lemah, maka aku kuat.
Nahhhh
Dengan sikap itulah, orang dimampukan menghargai kelebihan bahkan kekurangan sesamanya. Bukan malah sebaliknya, melihat hanya sebelah mata dan tak jarang lalu mencibirnya.
Kita dipanggil untuk menghargai, menerima kelebihan dan kebaikan sesama. Dengan demikian kita tidak menjadi penghalang bagi kebaikan sesama pula.
Bila kita mau jujur, banyak pekerjaan baik tidak terlaksana, sering hanya karena sikap-sikap buruk kita.
Hidupkan dalam diriku semangat kemartiranmu
Kata-kata Laurentius itu membuat terharu hati Paus, "Jangan sedih dan menangis anakku. Aku tidak sendirian. Kristus menyertaiku. Dan engkau, tiga hari lagi engkau akan mengikuti aku ke dalam kemuliaan surgawi".
Apa yang diungkapkan Sri Paus itu menjadi kenyataan. Harta kekayaan Gereja yang sangat besar yang diketahui oleh perfek kota Roma membuat Laurentius jadi incarannya. Mengapa tidak? Sebab Laurentiuslah yang mengurusi semua kekayaan Gereja. Dia akhirnya ditangkap dan disuruh menyerahkan seluruh kekayaan Gereja. Laurentius pun menyanggupinya, dan dalam tempo tiga hari ia mengumpulkan sejumlah orang miskin dan membagikan kekayaan Gereja kepada mereka.
Kepada perfek Roma Laurentius berani berkata, "Inilah kekayaan Gereja yang saya jaga. Terima dan peliharalah sebaik-baiknya". Kata-kata Laurentius inilah yang membuat berang dan dianggap sebagai sebuah pelecehan terhadap perfek Kota Roma. Oleh karena itu, ia segera ditangkap dan dijatuhi hukuman panggang hidup-hidup di atas besi panas membara. Laurentius pun mati sebagai martir Kristus.
Mesti harus tertunduk diam. Jika biji gandum tidak jatuh dan mati, tetap sebiji saja. Tetapi jika biji gandum itu jatuh dan mati, ia akan tumbuh dan akan menjadi banyak. Laurentius telah mati sebagai martir, tetapi kematiannya menyuburkan iman kristiani banyak orang. pengorbanan Laurentius tidak sia-sia, bahkan menjadi kekuatan bagi seluruh umat untuk tetap setia pada Allah.
Maria Diangkat ke Surga
Mereka dari dekat menyaksikan teladan hidup Maria yang setia mengikuti Yesus dan melaksanakan kehendak Allah. Oleh sebab itu, pengalaman iman ini adalah pemngalaman iman para rasul dan komunitas Gereja perdana. Maria yang sederhana itu berhati besar dan murni terus mengikuti Yesus sepanjang hidup-Nya. Pertama kali mengatakan ya pada kabar gembira, membawa Yesus mengunjungi Elisabeth, melahirkan, membesarkan hingga menemani-Nya sampai di salib, ketika para sahabat, para rasul dan semua orang yang dekat dengan Putera-Nya lari meninggalkan Dia.
Maria, karena kesetiaannya itu, dia suci dan putih. Allah pun menyambut dia yang mencintai-Nya dengan setia. Kita merayakan keteladanan Maria agar kesetiaannya menjadi milik kita. Pertanyaannya: Apakah anda setia dengan tugas-tugas anda? Kapan dan di mana anda hari ini melalaikan tugas dan tanggung jawab anda meski itu kecil dan sederhana?
Apakah hidup ini harus ada aturan?
Bila ya, mengapa hidup ini harus ada aturan?
Karena manusia hidup bersama, sehingga hidup bisa tertata dg baik, hak pribadi terlindungi dan tidak terjadi benturan-benturan kepentingan.
Kapan dalam hidup ini mulai ada aturan? Sejak manusia mampu menggunalan akal budinya. Adanya aturan dapat kita jumpai sejak kecil (pengalaman bersama dengan kedua orang tua).
Saya tidak bisa membayangkan bila dalam hidup itu tidak ada aturan, misalnya dalam sebuah komunitas, keluarga atau yg sejenisnya.
Ketika berhadapan dengan aturan, idealnya orang mematuhi atau mentaati. Tetapi… yang terjadi bahwa orang menjadi semacam alergi, ada keinginan untuk menggati atau bahkan menghapuskan aturan ini.
Yesus sendiri tidak meniadakan yang namanya hukum Taurat.
Ia justru menggenapinya.
RAHASIA HIDUP YANG BERBUAH
Kis 9:26-31; 1Yoh 3:18-24; Yohanes 15 :1-8
Suatu ketika sebuah keluarga mengisi liburan pergi ke mall untuk belanja dan rekreasi. Meski hanya 4 anggota keluarga itu, namun serasa serombongan besar. Mengapa tidak? Pasalnya putri bungsu dari keluarga ini memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Apapun yang dilihatnya ditanyakan kepada ibu atau ayahnya atau kakaknya yang semata wayang.
Salah satunya, ketika berada di depan sebuah boutique. Si bungsu memandang dan mencermati patung atau boneka-boneka yang didandani dengan pakaian berbagai macam mode yang indah. Tampak bahwa anak itu amat mengagumi semua yang dipandangnya. Dan akhirnya dengan spontan melontarkan sekian banyak pertanyaan kepada ibu:
“Kok orangnya cakep-cakep ya.. Tapi ko’ dari tadi hanya diam? Apa mereka tidak saling mengenal yaa? Atau mereka lagi pasang aksi aja? Tapi ko mati gaya ya? dst.
Ibunya akhirnya juga bertutur:
“Nak...mereka hanya boneka, tidak mempunyai hidup. Demikian juga bunga-bunga plastic yang kita pernah kita beli dan kita pajang di rumah kita; bunga itu tidak ada hidupnya, ia hanya imitasi.
Berbuah itu adalah suatu tanda, yakni untuk membedakan antara ciptaan Allah dan buatan tangan Manusia. Yang dibuat oleh tangan manusia tidak bisa berbuah, tetapi apa yang diciptakan oleh Allah itu bisa berbuah. Demikian juga dengan hidup. Setiap yang Allah ciptakan itu hidup, sedang apa yang dibuat oleh manusia itu tidak hidup alias mati.
Yesus berkata : “Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah, dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah , dibersihkan-Nya supaya ia lebih banyak berbuah” Inilah perintah Tuhan Yesus kepada orang-orang percaya agar kita menjadi orang Kristen yang berbuah, bahkan berbuah lebat atau berkelimpahan.
Apa rahasia hidup yang berbuah itu?
1. Buah merupakan Tanda Ada-nya Hidup
Tatkala sebuah pohon berbuah, ini menandakan bahwa pohon itu masih hidup’ jadi buahnya merupakan tanda hidup. Dengan kata lain kalau kita sebagai manusia menganggap diri kita masih hidup, konsekwensinya adalah hidup kita itu harus berbuah.
Masalahnya sekarang buah yang bagaimana? Yang pahit, yang manis, yang enak atau yang tidak enak, yang masih segar atau yang busuk. Alkitab megatakan : “Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yakobus 2:17).
Paulus dalam Bac I, Buah dari pertobatan nya dapat mengobarkan semangat misi dengan kesaksian dan pewartaannya.
2. Buah merupakan Tanda Pertumbuhan
Bila kita ingin menjadi orang Kristen yang bertumbuh, nyatakanlah Anugerah Tuhan yang kita terima kepada orang lain. Setiap orang yang mau melayani Tuhan harus belajar bergumul untuk bertumbuh, karena bertumbuh tidak bisa dibantu oleh orang lain. Harus ia sendiri yang bertumbuh. Saya kurang tahu jelas anda sudah berapa lama menjadi orang percaya, ada yang baru satu tahaun, ada yang sudah limna tahun, ada yang sudah melebihi sepuluhan tahaun, mungkin ada juga yang sudah diatas tiga puluh tahaun.
Pertanyaannya: selama menjadi orang percaya sampai saat ini, bagaimana kehidupan doa anda? Satu hal lagi yang sangat penting, apakah anda secara rutin membaca Firman Tuhan? Kemudian apakah anda mentaati firman Tuhan? Tatkala firman Tuhan katakala Kasihilah orang lain, apakah anda melaklukannya? Tatkala firman Tuhan katakana berilah tumpangan pada orang laian, apakah anda lakukan? Tatkala firman Tuhan mengatakan kasihilah musuhmu, apkaha anda lakukan? Tatkala firman Tuhan mengatakan mari, melayanai tuhan, apakah anda melakukannya?
Yang pasti, kalau sebelum anda percaya pada Tuhan Yesus, dibandingkan anda sudah percaya kepada Tuhan Yesus tidak ada yang berubah, itu berarti anda sedang berada dalam kondisi stagnasi. Itulah yang disebut orang Kristen Bonsai.
3. Buah merupakan Tanda Kematangan
Apabila sebuah pohon itu berbuah, maka buah tidak hanya menyatakan pohon itu hidup dan bertumbuh, tetapi juga menyatakan bahwa pohon itu sudah matang.
Mengapa ada orang yang mengaku Kristen, sudah dibaptis puluhan tahun, sudah melayani juga puluhan tahun, sudah menjadi pengurus juga puluhan tahun, tetapi kehidupan rohaninya tidak matang? Kehidupan orang percaya yang demikianlah yang sering kali menjadi batu sandungan, sehingga orang-orang yang mestinya mau ke gereja, tetapi karena melihat sikap orang Kristen yang modelnya tidak karuan; sehingga membuat mereka mengurungkan niatnya ke gereja. Sebab, ke gereja dengan tidak ke gereja tidak ada bedanya, malah lebih gawat tingkah lakunya. Dan seriung kalai mereka yang tidak matang itu selalu menjadi trouble maker dalam melayani Tuhan, ribut saja melulu, protes ini , protes itu; mungkin Tuhan memberikan Talenta pada dia,tapi talenta protes dan rebut.Pertanyaan: Apa Tanda-tanda Kematangan itu?
- Orang yang matang adalah orang yang tidak lagi mementingkan diri sendiri. Oleh sebab itu orang perlu belajar supaya kita ini rendah hati (ex. mungkin dengan menyapa orang lain terlebih dahulu.
- Masalah Bertanggung Jawab, atau Komitmen kita. Apa saja yang pernah kita janjikan pada orang lain, harus kita lakukan. Di sekitar kita kalau saya mencermati (maaf) biasanya ada dua macam orang yang dinilai kurang bertanggung-jawab: yaitu orang yang tidak melakukan sesuatu apapun jika tidak memberikan keuntungan bagi dia. Dan orang yang setiap kali megiyakan setiap pekerjaan atau janji atau komitmen, tetapi tidak pernah melakukannya.
Tuhan Yesus pernah memberikan contoh: Anak yang satu menolak perintah ayahnya, sedangkan anak yang lain mengiayakan orang tuanya. Namun akhirnya yang menolak perintah ayahnya ia akhirnya pergi ke ladang, sedangkan yang mengiakan ayahnya, ia tidak pergi. Dan disusul dengan pertanyaan: Siapa yang lebih baik dari kedua orang ini? Jawabannnya dua-duanya tidak baik, semestinya yang baik adalah bila megatakan ya dan laksanakan tugas itu.
Pertanyaannya: Anda termasuk golongan mana??
4. Akhirnya, buah merupakan Tanda dari Jenis
Pernahkah kita mempunyai kerinduan untuk lebih rajin mengerjakan sesuatu buat Tuhan? Jika pernah, saya yakin kita akan menjalani hidup yang penuh suka-cita. Baik dalam komunitas maupun tempat karya kita.
Bac II menengaskan bahwa dasar dari pengharapan itu adalah kasih.
Banyak-banyaklah Memberi
Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk senantiasa memberi. Sikap dan disposisi ini jelas diteladankan oleh Yesus dalam mujizat penggandaan roti yang dibuatNya.
Ketika orang memberi dan memberi, ia akan terdorong untuk berusaha dengan tekun dan bersemangat. Inilah salah satu langkah bagaimana orang menghargai hidupnya.
Antara Iman dan Cinta
Dalam peristiwa kebangkitan, kita juga mengalami sebuah misteri. Kebangkitan itu hanya dapat dipahami dalam konteks iman karena tak ada sesuatu pun di dunia ini yang bisa membantu kita untuk memahami kebangkitan seonggok tubuh yang telah kehilangan nyawa. Kesedihan serta keputusasaan yang dibawa oleh kematian, kini telah diatasi oleh suatu janji akan kehidupan kekal, dan ini hanya dapat dipahami lewat iman.
Tema yang kedua adalah cinta. Cinta memberi mereka sebuah keterangan. Tetapi sebenarnya hendak memberi mata yang bisa melihat tanda misteri dan percaya. Cinta mampu menangkap kebenaran ketika intelek diliputi ketidakpastian. Cinta bisa membuka nilai asli dari sesuatu ketika pikiran manusia seakan menjadi buta.
Maria Magdalena merupakan satu dari mereka yang termasuk dalam kelompok pionir yang menerima warta kebangkitan Yesus. Mereka adalah kaum kecil yang masih tertinggal di bawah kaki salib Yesus, ketika semua teman Yesus (para murid) terbirit-birit lari meninggalkan-Nya. Ketika tubuh Yesus dimasukkan ke dalam kubur, mereka juga ada di sana. Merekalah yang pertama kali datang ke kubur Yesus di pagi buta. Cinta mereka akan Yesus kini mendapat imbalannya, yakni menjadi kelompok pertama yang mengetahui warta gembira kebangkitan Yesus.
Di abad ini ketika Yesus telah berada dalam keagungan Bapa-Nya di surga, di manakah kita bisa bertemu dengan Yesus yang bangkit? Di awal Injil Yohanes, sejumlah orang Yunani, kelompok yang dikenal sebagai kaum pencari kebenaran, datang mendekati para murid dan meminta untuk bertemu dengan Yesus. Namun sayangnya, Yesus tidak menampakkan diri kepada mereka. Kaum Yunani tersebut hanya bisa bertemu dengan Yesus lewat kedua belas murid-Nya. Jadi, terhadap pertanyaan yang baru saja diajukan di atas, kini diberikan jawabannya: "Orang lain bisa melihat Yesus yang bangkit lewat mereka yang percaya akan Dia", yakni lewat mereka yang menyebut diri Kristen, yang menyebut diri murid-murid Yesus di abad ini. Teman-teman kita atau siapa saja yang bertemu dengan kita setiap hari, seharusnya mampu melihat diri Yesus yang bangkit lewat pelayanan dan cinta kita.
Kita tahu bahwa kehidupan Maria Magdalena telah berubah secara radikal sejak ia bertemu dengan Yesus. Yesus mampu melihat kehadiran yang ilahi dalam diri Maria Magdalena dan secara perlahan membantunya untuk mampu melihat kehadiran ilahi itu dalam dirinya dengan matanya sendiri. Sebagai pengikut Yesus, kita seharusnya mampu membawa perubahan hidup sebagaimana dialami Maria Magdalena di atas.
Ketika seseorang tak mampu melihat hari esok, ketika ia dilanda putus asa yang berat, ketika kakinya tak mampu lagi melangkah untuk meneruskan perjalanannya, ketika mata seseorang seakan buta dan tak mampu melihat apa yang benar, ketika seseorang tidak mendapat penghargaan yang layak sebagai manusia, di saat seperti itulah kita hendaknya datang memberikan kekuatan, harapan, dan semangat baru, untuk terus bergerak maju. Inilah warta kebangkitan yang seyogyanya kita kumandangkan.
Kasih seorang Sahabat
Sebuah pertanyaan bagi kita: Mengapa Yesus harus menderita? Ada 3 kemungkinan jawaban, yakni: 1) Yesus begitu mencintai manusia, 2) Yesus taat/patuh pada BapaNya, 3) Yesus dikhianati.
Yesus begitu mencintai manusia
Kita mencermati, Yesus Sang Guru berkali-kali bertutur, ”Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawa bagi para sahabatNya” (Yoh 15:13).
Bagi Yesus, tidak ada kata setengah-setengah dalam mengasihi; tak ada pengandaian musiman dalam mengasihi. Yang diajarkanNya: kasih, kasih, kasih. Yang diserukan: ampuni, ampuni, ampuni.
Kalau orang yang sama datang sekian kali dalam sehari kepadamu untuk minta maaf, kamu harus mengatakan: aku mengampunimu. Kasih yang begitu besar pasti menghasilkan daya hidup baru.
Yesus taat kepada Bapa-Nya
Yesus berkali-kali berujar, ”Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku.”
Bagi Yesus, bila sekejab saja tidak patuh, itu sama saja dengan melalaikan kebutuhan dasar dalam hidup. Bila lalai makan, hidup juga dilalaikan.
Maka bagi-Nya jelas bahwa hidup benar-benar menjadi sebuah hidup yang penuh daya hidup, makan harus diisi kepatuhan/ketaatan total kepada Sang Pemberi Hidup sendiri. Tanpa itu, manusia hanya seonggok daging pembungkus tulang yang digerakkan entah oleh apa.
Yesus dikhianati
Yesus berseru, ”Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." Lukas 24:7
Cinta dibalas dengan benci. Harapan baru dibalas dengan kekecewaan penuh luka. Impian masa depan dibalas dengan keserakahan kini dan sekarang.
Bagi Yesus jelas. Yang ingin setia pasti akan dikhianati. Yang memilih kebenaran pasti akan dihabisi. Kalau tidak secara fisik, yang pasti secara psikis dan emosional. Khianat mengira punya daya henti atas kebenaran. Khianat tertipu. Tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan kebenaran. Tidak ada keuntungan apa pun yang bisa dinikmati selamanya demi pemusnahan kebenaran.
Saudara/i-ku, itulah tiga kemungkinan jawaban atas derita yang harus ditanggung oleh Yesus. Itulah juga yang mesti dialami oleh para pengikutnya.
Akan tetapi, yang terjadi sering orang tidak mau menderita. Derita adalah kata yang harus dihindari. Bila mungkin, kata itu dihapus dari kamus kehidupan manusia. Maka yang terjadi justru sebaliknya
Banyak orang begitu mencintai dirinya sendiri (cinta diri)
Banyak orang tidak mematuhi Allah (kehendak diri)
Banyak orang tidak ingin dikhianati (khianat)
Cinta diri
Yesus mengajarkan, “Cintailah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Benar, diri sendiri tetap harus dicintai. Tetapi bukan berarti hanya kalau orang sungguh mencintai diri sendiri ia akan bisa mencintai yang lain.
Yang hendak diajarkan adalah jadikan dirimu patokan untuk menjadi sasaran cinta dan patokan yang sama digunakan untuk orang lain. Hukum Emas (Golden Rule), “Lakukan pada orang lain, apa yang ingin agar dilakukan orang padamu.” Yang serupa berbunyi demikian,”Yang kamu inginkan agar tidak dilakukan orang terhadapmu, jangan kamu lakukan pada orang lain.”
Yang banyak dilakukan di negri ini sebuah hukum lain: “Aku mau begini, kamu harus juga mau begini, semua untuk aku.”
Kehendak diri
Apa yang kamu inginkan, kejarlah itu. Bagi Sang Guru, ini tidak masuk akal. Ini bukan cara bertindak seorang manusia yang sungguh manusia. Bagi Sang Guru, hidup hanya sungguh berbuah banyak seumpama ranting yang melekat pada pokok pohon. Kehendak manusia yang bersatu dengan kehendak Allah itulah yang bila diikuti akan menghasilkan hidup. Kalau tidak, pasti akan ada kematian.
Khianat
Yang penting aman. Itu nasihat bijak, tetapi tidak cukup. Bila aman berarti tidak berani bertindak apa-apa. Itu kemandulan! Pasti tidak akan pernah ada daya hidup baru. Prinsip “yang penting aman” berarti untuk melangkah akan terjegal. Namun, lebih menakutkan lagi, ketika ingin berbuat benar, ada suara dalam diri, “Jangan sok suci!” Itulah suara pengkhianat terbesar yang paling ditakuti. Menjadi suci berarti melawan diri? Ini menyakitkan. Inilah keberhasilan khianat batin yang justru sering dikunyah mentah-mentah.
Kasih yang Sempurna
Batu yang dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Yesus, Sang Guru, yang ditolak karena cinta, karena patuh, karena khianat, yang dianggap tidak berguna, menjadi dasar bangunan baru.
Paskah adalah hari saat manusia melihat Dia dan diri sendiri sebagai batu yang dibuang. Paskah adalah hari ketika diri tersadar kembali bahwa Dia, dan aku yang percaya, akan menjadi batu penjuru. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan hidupnya bagi sahabat-sahabatnya. Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan. Paskah adalah perayaan kasih seorang sahabat.
Ia telah bangkit(?)
Kamu mencari orang Nasaret yang sudah disalibkan itu. Ia telah bangkit. Sahabat-sahabat Yesus masih hidup di dunia lama. Mereka meratapi kematian Yesus dan mencari jenazah-Nya di kuburan. Sementara Yesus sudah masuk ke dalam hidup baru. Itu sulit dibayangkan. Mana mungkin orang mati hidup lagi, kecuali kalau dia tidak mati betul. Tapi Yesus sudah mati semati-matinya. Kalau belum mati betul, tusukan lembing seorang serdadu membawa kematian telak. Memang lebih gampang mencari orang mati ketimbang orang hidup. Apalagi Yesus dalam hidup baru yang tidak terikat waktu dan tempat. Itulah tugas kita sekarang: mencari dan menemukan Yesus yang hidup serta mewartakan Dia, Sang Kebangkitan. Ia sudah bangkit dan menghapus segala air mata kita.
Dia Disalibkan
Yesaya 52:13-53:12; Ibrani 4:14-16; 5:7-9; Yohanes 18:1-19:42
Saudara/i-ku, mendengarkan kisah Sengsara Tuhan Yesus, kita dihadirkan seorang manusia di atas salib yang berteriak serak memecah keheningan. Tak ubahnya seorang anak yang sedih mencari-cari Ayahnya, sumber ketenangan dan perlindungannya. Yesus terkulai di atas palang kayu.
Adalah pemandangan yang sangat keji ketika kita melihat Yesus yang tergantung di Salib. Yang tidak bersalah, namun menerima hukuman mati. Di balik penderitaan-Nya Ia tidak melawan dengan umpatan atau cacian, bahkan Ia tidak memperhitungkan jasa-jasa-Nya terhadap rakyat Israel yang disembuhkan-Nya, diberikan-Nya makan, dibantu-Nya.
Masih adakah yang sadar di bukit itu? Dia yang tersalib itu Tuhan! Adakah yang peduli pada-Nya? Dia mengorbankan diri untuk kita. Untuk dosa-dosa yang telah membawa maut bagi dunia. Namun, lihatlah... Siksa keji tidak membuat-Nya jera, Dia tetap diam, seakan-akan memang orang yang bersalah yang pasrah dengan nasibnya.
Masihkah kita mau menghitung dosa-dosa kita yang membuat-Nya sengsara? Dia ditampar untuk setiap dosa kita yang menyinggung orang lain dan lupa berbuat baik.
Dia dipukuli karena kita suka membalas dendam dan memusuhi sesama manusia.
Dia diludahi untuk setiap cacian yang keluar dari mulut kita, menabur gosip, menjelekkan dan bersaksi dusta tentang orang lain.Dia ditelanjangi, padahal kitalah yang berdosa, untuk setiap percabulan kita.
Duri-duri mahkota ranting yang menancap di kepala-Nya adalah dosa pikiran, keangkuhan dan kesombongan kita.
Paku-paku di palukan ke kedua tangan-Nya adalah karena dosa perbuatan kita.
Paku yang menancap di kaki-Nya adalah karena kita suka menginjak-injak orang lain, kita suka berpesta pora di atas penderitaan orang lain dan kita suka mencelakai orang lain.
Lambung-Nya di tikam untuk setiap dosa yang mementingkan diri kita, mencintai harta dan kekayaan, lupa dengan orang orang lapar dan nafsu serakah.
Akhirnya Dia mati karena dosa kita yang tak terbilang banyaknya. Dia mati karena kita. Tidakkah kita berutang untuk setiap sakit hati, luka-luka di tubuh-Nya, tetesan darah dan nafas yang dikurbankan-Nya untuk kita?
Ada tiga teladan Yesus: Kasih, Pelayanan dan Pengampunan
Saudara/i-ku,
Kamis Putih? Kamis sebelum Paskah, pada Hari Raya ini umat Kristen Katolik memperingati Perjamuan Malam terakhir yang dipimpin oleh Yesus.
Malam itu menjadi malam kenangan bagi semua Gereja Allah yang tersebar di seluruh penjuru dunia. Gereja bersama-sama merayakan pengenangan luhur Perjamuan Terakhir dengan satu ujud: pengenangan akan kasih Kristus yang tiada batasnya. Kerelaan-Nya akan siap dilakukannya untuk menggantikan kita di kayu salib.
Malam itu juga dikenal sebagai acara perpisahan Yesus dengan para muridNya. Namun perpisahan-Nya kali ini, dibayangi dengan maut yang siap menunggu-Nya di Kalvari. Tubuh-Nya siap dikorbankan dan darah-Nya siap dicurahkan untuk menebus umat manusia.
Mengapa ini harus terjadi? Itulah kehendak Allah, dan semata-mata karena kasih.
Santo Paulus menegaskan bahwa, walau dengan ke-Ilahian-Nya, Yesus tdk mau menyombongkan diri dan memamerkan kekuasaan-Nya, malahan ia menggunakan kemanusiaan dan kehambaan dalam diri manusia Yesus yang taat kepada rencana Bapa, sampai wafat disalib.
Akankah kitapun menahan setiap kesombongan dalam diri kita? Lihatlah!... Sang Guru itu membasuh kaki para muridnya. Suatu perkara yang mengharukan, Ia merendahkan diri di hadapan murid-Nya sendiri. Itulah perbuatan kasih yang Ia ajarkan. Bahwa menjadi pemimpin, berarti rela untuk menjadi pelayan. Bagaimana dengan pemerintah kita? atau... bagaimana dengan anda sendiri?...
Kasih Yesus mengatasi semua itu. Yesus mengasihi dengan seluruh hidupnya, sampai wafat bahkan wafat di salib. Pilihan kata yang kiranya lebih tepat bahwa Kasih Yesus itu tanpa batas dan dengan cara yang luar biasa. “Inilah Tubuh-Ku yang dikorbankan bagimu”. Dan dengan piala, “Inilah darah-Ku, darah Perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa.
Misteri Kasih Tuhan yang sungguh agung dan tanpa batas. Ia yang telah rela menderita, wafat dan dimakamkan, kini dalam Ekaristi dikenangkannya. Roti yang dipecah-pecahkan dan cawan perjanjian baru yang dimeteraikan oleh darah Kristus diedarkan. melalui kerelaanNya untuk dipecah-pecahkan.
Ada tiga teladan Yesus: Kasih, Pelayanan dan Pengampunan
Apakah Aku Seorang Yudas?
Sementara Yudas mengakhiri hidupnya secara tragis. Setelah menjual Yesus, ia melarikan diri dan tak akan kembali kepada gurunya.
Yoh 12:1-11
Kisah pengurapan oleh Maria (saudari yang lain), dapat dikatakan sebagai kisah bayangan dari kematian dan penguburanNya, seperti cerita Lazarus menggambarkan kematianNya.
Lebih dari itu, kisah ini tampaknya untuk mengantisipasi tindakan pembasuhan kaki para murid oleh Yesus (13:1-20). Sebab dalam kisah ini kaki Yesus dibasuh dan diurapi.
Peristiwa dan tindakan simbolik yang dibuat oleh Maria (saudari yang lain) mengundang 2 tanggapan:
Negatif (Yudas) --- bukankah itu tindakan yang boros, lebih berguna bila untuk beramal
positif (Yesus) --- biarkanlah itu dibuat
Yohanes lebih memusatkan perhatian pada tindakan kasih dan perasaan lembut, sekaligus juga sisi paling buruk dalam kehidupan manusia, yaitu bersekongkol untuk mengakhiri hidup seseorang.
Peristiwa itu mengajak kita untuk sadar bahwa Tuhan lebih bernilai dari segala sesuatu. So...untukNya kita pantas merelakan segala-galanya yang ada pada diri kita.
Sebuah saat khusus
Yehezkiel 36:24-28
Yohanes 2:13-25
Saudara/iku yang dikasihi oleh Tuhan,
Bacaan Injil berkisah tentang pembersihan Kenisah atau Bait Suci. Mengapa Bait Suci itu dibersihkan? Bukankah telah menjadi suci? Bait yang suci=rumah yang suci.
Kenisah merupakan lambang ibadah yang harus bersih dari hal-hal yang berurusan di luar Kenisah, seperti sifat jual beli (untung rugi, dst).
Selain pembersihan juga tersirat agar kenisah itu sebaiknya dibangun kembali. Pembangunan kembali itu bukan semata-mata menunjuk kepada bengunan kenisahnya, melainkan sisi manusianya, sehingga menjadi kenisah baru.
Masa Prapaskah ini dapat menjadi masa pembangunan kenisah yang baru, kenisah yang hidup, yakni diri kita masing-masing sebagai bagian dari anggota Tubuh Kristus.
Kisah pembersihan kenisah itu hendak menyadarkan kita bahwa di satu sisi kehidupan beribadat itu harus terus-menerus dibersihkan dan disucikan. Dan kekuatan pembersihan itu adalah Roh Kudus. Nabi Yehezkiel melukiskan sebuah pembersihan diri itu dengan: “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu…(Yeh 36:25 dst). Dan kekuatan itu Roh Allah sendiri.
Dan di sisi lain bahwa pembangunan lebih pada pembangunan diri kita masing-masing, sehingga layak menjadi kenisah yang baru tempat Tuhan berkenan.
Peristiwa pembabtisan dan pemberkatan rumah yang akan kita saksikan nanti, menjadi saat pengingat bagi kita masing-masing akan kenisah baru itu.
Anak yang lahir suci harus disucikan dengan babtis. Penuangan air pada dahi melambangkan penyucian, sehingga disatukan atau dimetraikan dalam Yesus Kristus, sehingga diangkat menjadi anak-anak pilihanNya (Yehezkiel 36:25-26a, Roma 6:3a)
Demikianpun pemberkatan rumah. Sebuah saat khusus keluarga memperoleh rahmat dari Allah. Sehingga keluarga menjadi kenisah atau tempat suci yang harus selalu dijaga.
Tuhan Menantikan Buah
Kejadian 37:3-4, 12-13, 17-18
Matius 21:33-43, 45-46
Tuhan Menantikan Buah. Itulah simpul permenungan kita akan sabda Tuhan hari ini. Tuhan memiliki harapan besar. Tuhan Allah Bapa itulah pemilik kebun anggur itu. Penolakan dalam bentuk sikap iri hati hingga PutraNya sendiri dipukul dan bahkan dibunuh, membuat Tuhan mengubah sikapNya. Tuhan akan berurusan dengan penggarap-penggarap lama.
“Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurNya akan disewakan kepada penggarap-penggarap lain” (Mat 21:41).
Dan kitalah yang akan menjadi penggarap-penggarap baru. Apa yang bisa dibuat? Kita menghindari sikap iri hati dengan mengembangkan sikap murah hati, sehingga dapat menghasilkan buah-buah Kerajaan Allah yang dinantikan oleh Tuhan: kedamaian, kasih, kesatuan, pengharapan dll.
Minggu Palma
Markus 11:1-10
Sebuah kisah tentu mengisyaratkan para tokoh yang bermain di dalamnya. Selain ada tokoh yang berperan, tentu juga ada penonton atau yang menyaksikan. Saat ini kita menghadirkan kembali sebuah kisah, yaitu kisah Yesus yang memasuki Yerusalem. Kita bukan menjadi penonton atau orang yang menyaksikan kisah, melainkan berperan di dalamnya dengan memegang palem ditangan sebagai perlengkapan untuk menyambut Yesus.
Kisah Yesus memasuki Yesrusalem bermaksud menyampaikan dua pesan yang jelas kepada rakyat Yerusalem. 1) Ia adalah raja, 2) Ia bermaksud membawa damai sejahtera.
Pada waktu itu, jika raja memasuki kota dengan menunggang kuda, biasanya berarti kerajaan dalam bahaya. Rakyat menjadi kalut dan ketakutan.
Jika raja hanya bertujuan untuk mengadakan kunjungan damai, ia akan memasuki kota dengan menunggang keledai.
Yesus memilih cara dengan menunggang keledai, tunggangan orang biasa. Dengan demikian Ia datang sebagai raja dengan lemah lembut dan rendah hati. Ia tidak merebut, tidak memaksa, tidak memakai kekerasan.
Saudara/i-ku, Sabda Tuhan (Mrk) hendak mengetengahkan kepada kita bagaimana cara pandang ilahi kita untuk melihat WAJAH Allah yang baru. Allah yang selama ini kita kenal sebagai yang Mahakuasa, kini ditampilkan sebagai Allah yang yang merendahkan diri dan menjadi sama dengan manusia, mengalami nasib yang paling hina. Dialah Allah yang BERBELA RASA.
Lalu...apakah kita siap menerima raja seperti itu? Atau justru kita mempunyai raja sendiri-sendiri? Atau bahkan kita menempatkan diri sebagai raja?
Yes 50:4-7
Flp 2:6-11
Markus 14:1-15:47
Saudara/i-ku, Kisah tragis Yesus, manusia tak berdosa yang telah kita dengar bukanlah laporan atau deskripsi yang mengundang kita untuk terharu. Melainkan sebuah narasi kesaksian orang-orang yang mengerti serta percaya bahwa sengsara dan kematian Yesus terjadi dalam rangka pengabdianNya untuk membangun kembali hubungan baik antara manusia dan Allah. Kisah sengsara Yesus memperlihatkan betapa merosotnya kemanusiaan yang menolak kehadiran Yang Ilahi.
Dalam menghadapi kesusahan, rasa malu dan penderitaan, seseorang biasanya bereaksi di “keempat penjuru mata angin” dirinya. Utara, orang itu menyerang orang lain dengan kebencian dan balas dendam. Selatan, orang itu menyerang diri sendiri dengan mengambil tindakan2 yang menyakiti dirinya sendiri. Barat, orang itu dapat menunjukkan kpd orang lain dg keras segala egonya dan menolak segala kesusahan dan rasa malu. Timur, orang itu menarik diri dari komunitasnya dan merasa diri tidak berharga.
Bac I, Yesaya 50:4-9, kita menjumpai bahwa hamba Allah tidak memilih reaksi-reaksi destruktif seperti itu. Saat menemui kesusahan, rasa malu dan penderitaan, Ia tidak menyerang balik atau balas dendam, atau menyakiti diri sendiri. Ia tidak menjauh dari komunitasnya, melainkan tetap tinggal di dalamnya.
Demikianlah kita mendapati gambaran sosok hamba Allah itu juga dalam diri Yesus Kristus. Ketaatan-Nya adalah ketaatan yang bersedia untuk berkorban (Mrk 14:1-15:47). Kristus yang telah menjadi teladan Paulus, kini menjadi teladan kita dalam hal ketaatan kepada Allah.
Pertanyaan bagi kita: seperti apa ketaatan kita kepada Allah akhir-akhir ini? Khususnya jika kita menemui kesusahan, rasa malu dan penderitaan dalam menjadi hamba-Nya, bagaimana tanggapan kita?
Membangun Puzle Hidup
“Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Luk 4:18-19).
Hidup itu ibarat seorang yang membangun puzel. Visinya jelas. Kepingan-kepingan puzle yang ada bukan hanya harus disusun, tetapi mesti dicari kemana saja kepingan itu. Dunia yang luas ini adalah tempat pencariannya. Orang harus berpacu dengan waktu untuk menyelesaikan pembangunan atau penyusunan puzel itu. Bila orang tidak tepat berpacu dengan waktu waka puzel itu akan tidak sempurna. Demikianlah hidup kita, bila kita tidak berpacu dengan waktu, maka hidup kita akan amburadul. Puzle yang belum terselesaikan dengan waktu yang tersedia, maka gambar yang menjadi visi itu akan kurang sana sini. Demikian pun hidup kita.
Disembuhkan oleh Roh
Apa yang mendesak atau up to date bagi kita untuk dilakukan saat ini? Salah satunya adalah ‘melenyapkan segala penyakit dan kelemahan’, mereka yang sakit dan lemah hatinya, jiwanya, akal budinya maupun tubuhnya.
Obat yang paling mujarap cinta kasih dan kerendahhatian. Betapa pun sakit hatinya kiranya orang yang bersangkutan masih ada keterbukaan untuk dikasihi. Orang yang terbuka untuk dikasihi berarti orang yang rendah hati. Ia tidak egois, sebab hidupnya dikuasai oleh roh yang berasal dari Allah. Hidup dalam Roh berarti cara hidup dan cara betindaknya menghasilkan buah-buah roh, yaitu: “kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri.” (Gal 5:22-23). Itulah keutamaan-keutamaan yang mempersatukan semua orang.
Rahmat sakramen-sakramen yang telah kita terima telah membuat kita senantiasa dianugerahi Roh dan diharapkan hidup dari dan oleh Roh. ”Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 7:21). Keutamaan hidup beriman terletak dalam perilaku atau tindakan. Marilah kita uji hidup kita: apakah perilaku atau tindakan kita menghasilkan keutamaan-keutamaan yang menjadi buah Roh atau tidak.