Sebuah pertanyaan bagi kita: Mengapa Yesus harus menderita? Ada 3 kemungkinan jawaban, yakni: 1) Yesus begitu mencintai manusia, 2) Yesus taat/patuh pada BapaNya, 3) Yesus dikhianati.
Yesus begitu mencintai manusia
Kita mencermati, Yesus Sang Guru berkali-kali bertutur, ”Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan nyawa bagi para sahabatNya” (Yoh 15:13).
Bagi Yesus, tidak ada kata setengah-setengah dalam mengasihi; tak ada pengandaian musiman dalam mengasihi. Yang diajarkanNya: kasih, kasih, kasih. Yang diserukan: ampuni, ampuni, ampuni.
Kalau orang yang sama datang sekian kali dalam sehari kepadamu untuk minta maaf, kamu harus mengatakan: aku mengampunimu. Kasih yang begitu besar pasti menghasilkan daya hidup baru.
Yesus taat kepada Bapa-Nya
Yesus berkali-kali berujar, ”Makanan-Ku adalah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku.”
Bagi Yesus, bila sekejab saja tidak patuh, itu sama saja dengan melalaikan kebutuhan dasar dalam hidup. Bila lalai makan, hidup juga dilalaikan.
Maka bagi-Nya jelas bahwa hidup benar-benar menjadi sebuah hidup yang penuh daya hidup, makan harus diisi kepatuhan/ketaatan total kepada Sang Pemberi Hidup sendiri. Tanpa itu, manusia hanya seonggok daging pembungkus tulang yang digerakkan entah oleh apa.
Yesus dikhianati
Yesus berseru, ”Anak Manusia harus diserahkan ke tangan orang-orang berdosa dan disalibkan, dan akan bangkit pada hari yang ketiga." Lukas 24:7
Cinta dibalas dengan benci. Harapan baru dibalas dengan kekecewaan penuh luka. Impian masa depan dibalas dengan keserakahan kini dan sekarang.
Bagi Yesus jelas. Yang ingin setia pasti akan dikhianati. Yang memilih kebenaran pasti akan dihabisi. Kalau tidak secara fisik, yang pasti secara psikis dan emosional. Khianat mengira punya daya henti atas kebenaran. Khianat tertipu. Tidak ada kekuatan yang bisa menghentikan kebenaran. Tidak ada keuntungan apa pun yang bisa dinikmati selamanya demi pemusnahan kebenaran.
Saudara/i-ku, itulah tiga kemungkinan jawaban atas derita yang harus ditanggung oleh Yesus. Itulah juga yang mesti dialami oleh para pengikutnya.
Akan tetapi, yang terjadi sering orang tidak mau menderita. Derita adalah kata yang harus dihindari. Bila mungkin, kata itu dihapus dari kamus kehidupan manusia. Maka yang terjadi justru sebaliknya
Banyak orang begitu mencintai dirinya sendiri (cinta diri)
Banyak orang tidak mematuhi Allah (kehendak diri)
Banyak orang tidak ingin dikhianati (khianat)
Cinta diri
Yesus mengajarkan, “Cintailah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.” Benar, diri sendiri tetap harus dicintai. Tetapi bukan berarti hanya kalau orang sungguh mencintai diri sendiri ia akan bisa mencintai yang lain.
Yang hendak diajarkan adalah jadikan dirimu patokan untuk menjadi sasaran cinta dan patokan yang sama digunakan untuk orang lain. Hukum Emas (Golden Rule), “Lakukan pada orang lain, apa yang ingin agar dilakukan orang padamu.” Yang serupa berbunyi demikian,”Yang kamu inginkan agar tidak dilakukan orang terhadapmu, jangan kamu lakukan pada orang lain.”
Yang banyak dilakukan di negri ini sebuah hukum lain: “Aku mau begini, kamu harus juga mau begini, semua untuk aku.”
Kehendak diri
Apa yang kamu inginkan, kejarlah itu. Bagi Sang Guru, ini tidak masuk akal. Ini bukan cara bertindak seorang manusia yang sungguh manusia. Bagi Sang Guru, hidup hanya sungguh berbuah banyak seumpama ranting yang melekat pada pokok pohon. Kehendak manusia yang bersatu dengan kehendak Allah itulah yang bila diikuti akan menghasilkan hidup. Kalau tidak, pasti akan ada kematian.
Khianat
Yang penting aman. Itu nasihat bijak, tetapi tidak cukup. Bila aman berarti tidak berani bertindak apa-apa. Itu kemandulan! Pasti tidak akan pernah ada daya hidup baru. Prinsip “yang penting aman” berarti untuk melangkah akan terjegal. Namun, lebih menakutkan lagi, ketika ingin berbuat benar, ada suara dalam diri, “Jangan sok suci!” Itulah suara pengkhianat terbesar yang paling ditakuti. Menjadi suci berarti melawan diri? Ini menyakitkan. Inilah keberhasilan khianat batin yang justru sering dikunyah mentah-mentah.
Kasih yang Sempurna
Batu yang dibuang oleh tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Yesus, Sang Guru, yang ditolak karena cinta, karena patuh, karena khianat, yang dianggap tidak berguna, menjadi dasar bangunan baru.
Paskah adalah hari saat manusia melihat Dia dan diri sendiri sebagai batu yang dibuang. Paskah adalah hari ketika diri tersadar kembali bahwa Dia, dan aku yang percaya, akan menjadi batu penjuru. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang menyerahkan hidupnya bagi sahabat-sahabatnya. Kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan. Paskah adalah perayaan kasih seorang sahabat.
saudara, mohon maaf, mau tanya aja, sewaktu yesus disalib, bahkan dikuburkan, siapakah yang mengurus alam dan seisinya pada saat itu? bukankah dia Tuhan??? semestinya yang namanya tuhan itu tidak boleh mati. sebab kalau dia mati, siapa yang akan mengurus seluruh jagat raya ini???
ReplyDeleteOk trimakasih,
ReplyDeleteKita mengamini bahwa Allah Mahakuasa. Kemahakuasaan Allah tentu melebihi akal dan budi manusia.
Dalam iman kristiani, Yesus seratus persen Allah seratus persen manusia. KematianNya adalah bentuk solidaritas Allah dalam kemanusiaanNya.
Oleh sebab itu alam semesta tetap dalam kuasa Allah dan bukan kuasa manusia.