Nabi = seorang utusan. Konskuensinya: siap diutus (readiness), di mana pun dan apa pun tantangannya. Tugasnya menyampaikan firman. Kitab nabi Yehezkiel dalam bacaan 1 melukiskannya: .... entah mereka mendengarkan entah tidak, seorang nabi harus ada di tengah umat.
Gambaran yang sangat kuat di kalangan Yahudi adalah nabi seperti Daud, Salomo dst. Merekalah nabi sekaligus mesias. Apakah Yesus seorang nabi seperti yang dipikirkan mereka?
Inilah salah satu alasan mengapa Yesus di tolak di Nasareth. Apa yang diharapkan sebagai nabi dan mesias tidak dijumpai dalam diri Yesus. Orang-orang di Nazaret tidak bisa menerima bahwa dia itu cuma salah seorang dari antara mereka sendiri. Mereka sudah mengenal latar belakang pekerjaannya dan keluarganya. Tak ada yang baru! Mereka menyebut Yesus "tukang kayu, anak Maria".
Mat 13:55. Di situ terbaca "Bukankah dia ini anak Yusuf? Bukankah ibunya bernama Maria?" Luk 4:22 orang-orang itu berkata, "Bukankah ia ini anak Yusuf?"
Mrk 6:3 itu berdasarkan kesaksian orang-orang yang ingat betul peristiwanya, “Bukankan Ia ini tukang kayu...? Tukang kayu, aslinya "tekton" -- tidak selalu menunjuk pada tukang mebel dan pengrajin kecil, bisa juga maksudnya "ahli teknik perkayuan" atau bahkan arsitek bangunan kayu.
Menyebut orang hanya dengan nama ibunya zaman itu sama dengan melecehkan.
Intinya, dalam hati kecil mereka ingin agar Yesus yang mereka kenal itu kini tampil sebagai Mesias menurut bayangan dan harapan politik orang waktu itu. Tindakan luar biasa yang dilakukan Yesus bukan sebagai tanda kebenaran pewartaanNya, melainkan sebagai ilmu dan kekuatan yang semestinya dimiliki pemimpin yang mereka idam-idamkan. Jadi mereka akan punya Mesias yang akan memukul mundur musuh".
Mrk 6:2 tampak mereka mendengarkan Dia dan menjadi takjub, heran.
Salah Persepsi /kelaparan dalam lumbung
Dengan demikian, orang-orang Nazaret itu kehilangan kesempatan melihat siapa sebenarnya Yesus karena memenjarakan diri dengan kategori-kategori yang itu-itu saja: (1) merasa sudah tahu betul siapa dia, sudah tahu Kristologi komplit, dan (2) bersikeras bahwa tugasnya ialah membangun kembali kejayaan umat di mata orang lain.
Kedua anggapan itu menyesatkan. Mereka gagal melihat siapa sebenarnya Yesus dan apa yang dibawakannya. Mereka seperti kelaparan dalam lumbung karena tidak mengenali makanan yang tersedia.
Yesus mengembalikan manusia pada martabatnya yang sejati. Bukan manusia yang memaksakan keinginannya, yang diombang-ambingkan kekuatan-kekuatan gelap, yang kehilangan arah, yang tak lagi memiliki daya hidup.
Ia membawa kembali mereka/kita menjadi manusia yang utuh. Itulah mukjizatnya, pengutusan: mendekatkan sosok manusia sehingga makin cocok dengan yang diinginkan Pencipta.
Dalam bacaan yang kedua, Paulus menawarkan sikap rendah hati yang benar, sehingga kekuatan Kristus makin tampak dalam diri dan karya-karyanya. Bagi Paulus: duri dalam daging tak lain adalah utusan iblis yang merebut tempat dalam hatinya. Maka tiada jalan bagi Paulus selain mengandalkan kekuatan Allah dengan mengakui kelemahan pribadi. Jika aku lemah, maka aku kuat.
Nahhhh
Dengan sikap itulah, orang dimampukan menghargai kelebihan bahkan kekurangan sesamanya. Bukan malah sebaliknya, melihat hanya sebelah mata dan tak jarang lalu mencibirnya.
Kita dipanggil untuk menghargai, menerima kelebihan dan kebaikan sesama. Dengan demikian kita tidak menjadi penghalang bagi kebaikan sesama pula.
Bila kita mau jujur, banyak pekerjaan baik tidak terlaksana, sering hanya karena sikap-sikap buruk kita.
No comments:
Post a Comment