Hidup yang dibagikan sebagai berkat

Bacalah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes 6:1-15

Adalah sebuah kisah yang amat dikenal dalam Kitab Suci: Yesus mengetengahkan kepada kita sebuah situasi konkrit manusiawi bahwa mereka yang berbondong-bondong mengikuti Yesus membutuhkan makan. Kebutuhan akan makanan adalah sebuah kebutuhan primer manusia yang mutlak harus dipenuhi.
Kebutuhan akan makanan juga bisa kita perluas arti atau maknanya bukan sekedar kebutuhan akan makanan jasmani, tetapi juga kebutuhan akan makanan rohani.

Semua dari kita jelas masih harus mengusahakan untuk memenuhinya, setiap hari, baik itu yang jasmani maupun yang rohani. Tetapi bagaimana dengan mereka yang tidak mampu atau mengalami kesulitan untuk mencukupkan kebutuhan makanan mereka. Entah karena secara jasmani mereka sakit, tidak punya pekerjaan, miskin, dst. Maupun mereka yang mengalami kelaparan secara rohani. Mereka yang sedang bermasalah dengan pribadinya, karena ketertutupannya sendiri, karena keegoisannya. Mereka yang diterlantarkan oleh saudari dan saudaranya, keluarga atau komunitasnya. Mereka yang terjebak oleh lingkaran setan narkoba dst.
sebuah kedai di sekitar Kastil Gandolfo, Roma
Saudari dan saudaraku, ada tiga tokoh yang dihadirkan oleh Yesus dalam kisah penggadaan roti selain diriNya sendiri. Mereka adalah kedua muridnya yaitu Andreas dan Filipus serta seorang anak kecil. Rasanya ketiga tokoh itu ditampilkan sebagai rappresentatif dinamika hidup kita.

Acapkali mungkin sebagai pribadi saya seperti Filipus yang tahu perhitungan akan kebutuhan makanan tetapi hanya tinggal dalam kecemasan dan pesimis. Atau bisa jadi saya seperti Andreas, yang tahu berkolaborasi tetapi juga mudah meremehkan yang lain, tidak memperhitungkan mereka yang kecil dan lemah. Dan yang terakhir, mungkinkah saya seperti si anak kecil itu? Ia menyerahkan lima roti jelai dan dua ikan yang ia punya sebagai bekal yg sangat berarti  buat dirinya itu. Anak itu barangkali tidak tau bagaimana itu berkolaborasi, tetapi dengan tindakan pertamannya yakni menyerahkannya semua kepada Yesus, ia memperoleh pengajaran berharga setelahnya. Ia melihat bagaimana Yesus mengajarkan kepada siapa harus memohon berkat. Ia melihat bagaimana Yesus memecah-mecahkan roti itu agar bisa dibagikan. Ia melihat bagaimana Yesus mengajarkan sikap berbagi ketika Ia membagikan roti yang telah dipecah-pecahkan itu kepada para murid, lalu para murid membagikan kepada semua yang hadir di situ.

Pada dasarnya, jelas bahwa kita akan mempunyai sikap khawatir ketika di hadapkan pada situasi kelaparan. Atau situasi yang menuntut adanya pemenuhan kebutuhan akan makanan. Minimal terbesit di pikiran ”Di mana kita bisa mendapatkan makanan?” "Di mana kita bisa mendapatkan minuman?"

Melalui mukjizat penggandaan "lima roti dan dua ikan," Yesus mengundang kita untuk ikut ambil bagian dalam karya-Nya. Mari kita tumbuhkan sikap mau berbagi dalam diri kita masing-masing dan menjadikan sebuah habitus di tengah keluarga, komunitas dan masyarakat kita.

Belas Kasih-Nya menyembuhkan

Bacalah Injil Yesus Kristus menurut Matius 9:32-38

Injil Tuhan pada hari ini menawarkan dua pengajaran mendasar bagi kita:
Pertama adalah ajaran belas kasih. Rasa belas kasih Yesus tampak dalam empat mujizat yang berturut-turut: Yesus membangkitkan orang mati, memulihkan orang sakit pendarahan, menyembuhkan orang buta, dan kini Ia menyembuhkan orang bisu. Sikap belas kasih yang diteladankan Yesus bagi kita amatlah konkrit, yaitu menerima semua orang apa adanya, bahkan mereka yang berada di ambang batas kehidupannya. Dikisahkan bahwa ada orang yang membawa seorang bisu yang kerasukan setan.

Belas kasih yang bersumber dari salib
Yang kedua adalah sikap murah hati. Sikap murah hati dapat kita rasakan melalui prinsipnya yang kokoh untuk tidak pernah berhenti berbuat baik, meski dihadapkan pada cibiran dan cercaan. Kita bisa mencermati dua tanggapan atau reaksi mereka di hadapkan pada mukjizat, Yesus yang menyembuhkan orang bisu: antara KAGUM DAN MENCIBIR.

Kita tahu bahwa setelah setan itu diusir, orang itu dapat berbicara sehingga membuat banyak orang di sekitarnya kagum dan terheran-heran karena hal yang seperti itu belum pernah terjadi dan dilihat orang di Israel. Tetapi pada saat yang sama, orang-orang Farisi tidak mampu melihat kebaikan Yesus, mereka mencibir dan mencurigai bahwa Yesus dapat melakukan semua itu karena penghulu setan.
Pengalaman Yesus ini menjadi semacam cermin bagi kita untuk melihat kembali sikap kita, tutur kata dan perbuatan kita. Kita bisa mencermati sendiri pengalaman kita masing-masing. Lebih mudah mana bagi kita : berprasangka buruk, iri hati, dendam, mudah menebarkan gosip dan menceritakan kejelekan orang lain atau lebih mudah mengakui kelebihan dan keunggulan mereka...memuji kebaikan hati dan membesarkan hati mereka?

Dikatakan dalam Injil, "Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak mempunyai gembala". Dua pengajaran mendasar: belas kasih dan sikap murah hati yang dimiliki dan dibuat oleh Yesus lah yang mampu menyembuhkan orang yang bisu dan kerasukan setan. Dan yang paling mendasar adalah mengembalikan status orang yang bisu, mereka yang sakit sebagai anak-anak Allah. Dan demikianlah peran seorang gembala memperhatikan domba-dombanya. Dan itulah yang diminta oleh Yesus juga bagi kita sebagai anak-anak Allah yang sudah mengalami pemulihan martabat. Kita di undang oleh Tuhan untuk menjadi pribadi dan gembala yang memiliki rasa belas kasih dan kemurahan hati.

Saudari dan saudaraku, mari kita selalu mohon rahmat Allah agar mengisi hati kita dengan hati yang penuh belaskasih dan murah hati kepada sesama di sekitar kita, khususnya bagi mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan cinta, mereka yang sungguh-sungguh membutuhkan penyembuhan dan pengampunan.