Mereka Trus Kemana?






















Di mana arwah orang yang sudah meninggal dan bagaimana keadaannya? Itulah pertanyaan yang sering dilontarkan dari kalangan umat kepada pemandu pendalaman Kitab Suci, katekis, prodiakon, suster, frater, bruder atau pastor. Tak jarang dari mereka yang mulai membuat perkiraan atau penafsiran. Soal kebenaran atas jawaban itu menjadi nomer ke sekian, yang penting setelah pertanyaan itu dilontarkan saat itu pulalah diperoleh jawabannya.


Kita sebaiknya kembali ke Injil, Kabar Gembira yang salah satunya ditulis untuk menyampaikan kembali kesaksian diri orang yang telah betul-betul mengalami kematian dan bangkit, yakni Yesus Kristus. Kisah-kisah pengajaran, mukjizat, dan tindakan-tindakan lainnya takkan banyak artinya bila tak dibaca dalam terang kebangkitannya itu.

Ada kekuatan di balik perkataan Yesus kepada orang yang disalib bersama dengannya, "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya HARI INI juga engkau akan ada bersama-sama aku DI DALAM FIRDAUS!" (Luk 23:43). Dengan demikian menjadi jelas keyakinan iman dalam komunitas awal bahwa orang yang minta agar diingat oleh Sang Tersalib yang nantinya bangkit itu akan ada bersama dengannya. Kapankah itu? Hari itu juga. Itu artinya langsung pada saat meninggalkan dunia itulah orang masuk dalam firdaus. Oleh karena itu tidak dapat disangkal lagi kepercayaan para pengikut Kristus mengenai apa yang bakal terjadi dengan arwah orang yang meninggal.

Memaknai Tobat

Prolog

Pada suatu ketika seorang siswa bertanya kepada gurunya: Untuk apa orang Katolik itu mengaku dosa kepada Pastor. Toh sebelum dan sesudah mengaku dosa juga yaa tetap gitu-gitu aja. Lagian seperti aku, khan ngga pernah berbuat dosa besar.

Nah kalau pertanyaan ini ditujukan kepada Anda sebagai seorang seminaris, lalu apa jawabannya???

Pertama-tama, kita diajak menyadari betapa pentingnya kesadaran diri sebagai pendosa. Bagi seorang pendosa, kebutuhan yang mendasar adalah bahwa dirinya diampuni. Dan pengampunan itu hanya mungkin bila orang itu memiliki IMAN. Lalu tanda iman adalah? TOBAT. Orang dikatakan memiliki iman bila dia juga mempunyai disposisi atau sikap tobat yang terus menerus dalam hidupnya.

Sikap tobat itulah yang diungkapkan dalam sakramen rekonsiliasi. Oleh sebab itu dalam sakramen tobat itu bukan sekedar mengakukan dosa-dosa kita, tetapi lebih dari pada itu bahwa kita hendak mengungkapkan tobat kita di hadapan Allah, dengan mengakui dan menyesali lalu membangun sikap tobat yang konkrit dalam hidup kita.

Rahmat Pengampunan

Rahmat pengampunan itu hanya mungkin karena kasih Allah yang begitu besar kepada kita. Paulus mengatakan dalam bacaan pertama 1Kor 15:8-10: Dan yang paling akhir dari semuanya,.......

Bacaan Injil hari ini mengajak kita menyadari betapa penting yang namanya pengampunan. Bahwa dengan pengampunan, orang berubah menjadi baru.

Kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang berdosa identik dengan kesadaran dan penghayatan diri sebagai yang beriman’ itulah kebenaran yang selayaknya diamini oleh siapapun yang mengaku diri sebagai orang beriman.

Perempuan pendosa sebagaimana diceriterakan dalam Warta Injil hari ini adalah yang telah menerima kasih pengampunan Tuhan, maka ia mempersembahkan kepada Tuhan apa yang telah diterimanya. Ia menjadi penjelmaan Allah yang pengampun dan penuh belas kasih, sehingga ia mau mempersembahkan kasih yang melimpah bagi dunia.

Semakin banyak dosa yang diakui, disesali dan ditobati, maka semakin besarlah rahmat Allah itu. Namun simon? Allah tidak dapat melakukan apa-apa.


Belajar dari Ibu Teresa

Ibu Teresa dari Calcuta-India ketika memperoleh hadiah Nobel Perdamaian menjadi sorotan dan perhatian dunia, khususnya para wartawan. Ada seorang wartawan yang mewancarai Ibu Teresa, antara lain pertanyaan demikian: “Banyak orang melihat dan mengakui ibu sebagai santa yang masih hidup alias orang suci. Menurut ibu suci itu apa?” . Dengan rendah hati dan lemah lembut Ibu Teresa menjawab:”Orang suci itu bagaikan lobang kecil dimana orang melalui lobang tersebut dapat melihat siapa itu Tuhan, siapa sesama manusia dan apa itu harta benda”.

Kiranya melalui Ibu Teresa, apa yang ia katakan dan lakukan, kita dapat dan mengimani bahwa Tuhan itu Mahakasih dan Mahamurah, manusia adalah gambar atau citra Allah yang menjadikan kita semakin beriman, mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan.

Semoga Kita senantiasa membangun sikap tobat terus-menerus dalam hidup kita, sehingga kita beroleh rahmat yang berlimpah.

Undangan Allah

Sebuah Undangan
Pesta merupakan peristiwa yang berarti dalam kehidupan bersama. Khas suasana pesta perjamuan adalah membahagiakan, menggembirakan. Dalam menghadiri undangan pesta perkawinan pada umumnya orang berapakaian atau berpenampilan sedemikian rupa, sehingga laki-laki nampak tampan dan menawan sedangkan perempuan nampak cantik dan mempesona. Ada semacam lomba penampilan diri dengan berbagai jenis asesori maupun aneka jenis wewangian/deodorant yang disemprotkan ke tubuh atau aneka jenis lipstick yang menghiasi bibir kaum perempuan. Pendek kata orang berusaha seoptimal mungkin menghadirkan atau menampilkan diri agar menawan dan mempesona bagi yang lain, paling tidak secara phisik.

Karena pesta perjamuan itu adalah sebuah undangan, maka yang namanya undangan itu orang memiliki kebebasan memilih: mengiyakan dan menolak.
Bagi yang mengiyakan meski menanggapinya dengan baik, salah satunya dengan pakaian pantas pesta. Pakaian pesta sebetulnya bukan sekedar soal sopan dan santun. Melainkan sebuah tanda yang bisa dilihat mata bahwa yang mengenakan pakaian pesta itu datang ke pesta tanpa tujuan lain selain hanya untuk menghadiri pesta. Dengan mengenakan pakaian pesta, maka orang lain yang ikut hadir dapat mengenali yang bersangkutan.

Bagi yang menolak, itu artinya ia akan kehilangan dua hal: 1) rusaknya relasi dengan pihak yang mengundang, 2) kehilangan kesempatan untuk menghadiri pesta yang istimewa.

Melalui gambaran pesta perjamuan nikah yang tentu saja diwarnai dengan suasana penuh suka cita dengan jamuan makan yang serba wah, maksudnya tak lain ialah ketika orang bersatu dengan Tuhan, ia akan merasakan kebahagiaan dan kenikmatan rohani yang tak terbilang.

Iya atau Tidak
Undangan Allah bagi kita saat ini menuntut suatu jawaban yang amat tegas. MENGIYAKAN atau MENOLAK. Allah mengundang umatnya itu tentu agar umatnya memperoleh keselamatan. Maka jawaban satu-satunya adalah mengiyakan undangan itu.

Kesaksian Paulus kiranya dapat menjadi permenungan sekaligus pegangan hidup kita. “Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku”. Bagi Paulus, ketika seseorang mengiyakan undangan allah, maka segala perkara dalam hidup dapat ditanggung dalam Dia yang mengundang.
Ada tiga perkara besar yang dimaksudkan Paulus yang harus kita hadapi dan geluti selama hidup di dunia ini, yaitu “ kekayaan, umur panjang dan nyawa musuh”:

  • Kekayaan berarti segala sesuatu yang ada padaku, kumiliki dan kukuasai, misalnya: tubuh yang seksi, tampan, gagah, wajah cantik, kesehatan, sakit, derita, bahagia, keterampilan, kecerdasan, aneka jenis harta benda dan uang, dst.. Menghayati budaya kehidupan berarti merawat, merasakan, menikmati dan memfungsikan kekayaan-kekayaan tersebut dalam Tuhan yang memberi kekuatan kepadaku, sehingga aku semakin cerdas beriman, suci, semakin dikasihi oleh dan mengasihi Tuhan maupun sesama dan saudara-saudari kita

  • Umur panjang juga merupakan perkara (perhatikan dan refleksikan bahwa tambah usia/umur berarti tambah dosanya, yang berarti tidak dapat mengurus pertambahan umur dengan baik), yang memang harus kita tanggung dalam Tuhan. Jika kita sungguh menanggung pertambahan umur dalam Tuhan, maka tambah usia, semakin tua berarti semakin suci, sebagaimana dikatakan dalam pepatah “Tua-tua keladi makin tua makin berisi”.
  • Musuh juga merupakan perkara. Musuh berarti apa-apa atau siapa saja yang tidak sesuai dengan selera pribadi atau keinginan pribadi, entah itu makanan atau minuman, manusia, pekerjaan, suasana, lingkungan hidup, pekerjaan dst.. Marilah kita hadapai ‘nyawa musuh’ dalam kasih dan pengampunan, sebagaimana diajarkan oleh Yesus :” Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu”(Mat 5:44).

    Jika kita mampu menanggung segala perkara dalam Tuhan, kiranya kita juga dapat berseru: "Sesungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh karena keselamatan yang diadakan-Nya!”(Yes 25:9)
    Akhirnya:
    Pada suatau malam, seorang peziarah bermimpi masuk suatu toko baru. Betapa terkejutnya dia, karena Tuhan berjualan di situ. Ia bertanya, Tuhan, Engkau menjual apa di sini?
    Tuhan menjawab, Apa saja yang menjadi keinginan hatimu.
    Yakin bahwa yang dicarinya selama ini akan dapat ia temukan di toko Tuhan ini, maka peziarah itu berkata, Kalau demikian aku ingin membeli kedamaian hati dan ketentraman jiwa, kejujuran dan ketulusan, kebijaksanaan dan kesejahteraan, tidak hanya untuk saya, tetapi untuk seluruh bangsa bahkan seluruh dunia.
    Waktu itu Tuhan tersenyum dan menjawab, Ku kira engkau tidak mengerti dengan baik. Di sini tidak dijual buah. Yang ditawarkan adalah benih.